Senin, 22 Juni 2015

TUGAS 2 TP



1.            Teori Belajar dan Pembelajaran

A.    Teori Belajar
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Ada banyak teori-teori belajar dimana setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip endiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Masing-masing teori memiliki kelebihan dan kekurangan .adapun aplikasi belajar yang dapat di pilih adalah sebagai berikut.

1)         Teori belajar behaviorisme
Menurut teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon yang dapat diamati. Menurut teori behaviorisme ini manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat di peroleh perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Teori behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dapat dilihat yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi dala pikiran manusia. Dengan kata lain lebih menekankan pada  hasil dari proses belajar. Behaviorisme menekankan pada tingkah laku objektif, empiris (nyata), konkret dan dapat diamati (observable). Kritk terhadap teori behaviorisme adalah tidak dapat menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Cenderung mengarahkan peserta didik berpikir linear, tidak konvergen, dan tidak kreatif.
Dalam menerapkan teori behaviorisme yang paling terpenting adalah para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pebelajaran harus memahami karakteristik peserta didik dan karakteritik lingkungan belajar agar tingkat keberhasilan peserta didik selama kegiatan pembelajaran dapat diketahui.tuntutan Hari teori ini adalah pentingnya merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan spesifik supaya mudah dicapai dan diukur.

Contoh :
Seorang guru yang mengajar menggunakan teori behavioristik, seorang anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya pun telah mengajarkannya dengan tekun, tetapi bila anak tersebut belum mempraktekkan perhitungan perkalian, maka anak tersebut belum bisa dianggap belajar. Karena ia belum bisa menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Dari contoh diatas, stimulus adalah apa saja yang diberikan oleh guru kepada siswa. Misalnya, daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa atau pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak diterapkan di dunia pendidikan meliputi sebaggai berikut:
a.       Proses belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik bersifat aktif di dalamnya
b.       Materi pelajaran disusun dalam urutan yang logis supaya peserta didik mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respons tertentu
c.       Tiap-tiap respons harus diberi umpan balik (feedback) ecara langsung supaya peserta didikdapat mengetahui apakah respons yang diberikannya telah benar
d.      Setiap kali pesrta didik memberikan respons yang benatrperlu diberi penguatan (reinforcement) (Hartley & Davies, 1978 dalam Toeti Soekamto, 1992:23).
Prinsip-prinsip behaviorisme ini  telah banyak digunakan dan diterapkan dalam berbagai  program pembelajaran. Misalnya mesin pengajaran (teaching machine), mathematics, atau program-progran pembelajaran lain yang menggunakan konsep stimulasi, respon dan faktor penguatan (reinforcement).



Implementasi Dalam Behaviorisme Melalui Kasus Pembelajaran.

Dalam behaviorisme, seorang guru selaku pengajar dan pengawas jalannya pembelajaran memiliki kemiripan dengan seorang peneliti yang akan meneliti objek penelitiannya. Dimana seorang peneliti akan mengambil jarak atau distansi penuh dengan objeknya, bersikap netralitas, memanipulasi, merumuskan hukum – hukum, bebas kepentingan, universal dan instrumental terhadap objeknya. Dalam hal ini guru juga berlaku hal yang sama terhadap siswa – siswi didiknya. Penulis mengambil contoh kasus dalam pembelajaran musik yang menggunakan pendekatan teori behaviorisme.
Ketika seorang guru ingin mengajarkan bagaimana mengajarkan tangga nada kepada muridnya, ia akan mengamati terlebih dahulu bagaimana keadaan fisik jari murid – muridnya dan kemampuan dasar yang dimiliki oleh tiap murid dengan sikap berjarak. Guru akan berfikir ia sebagai subjek dan murid – murid adalah sebagai objek. fakta netral harus dimiliki oleh sang guru dalam menghadapi muridnya. Sebuah pemikiran yang bersih dari unsur- unsur subjektifnya. Ditahap ini materi – materi pembelajaran akan diberikan sebagai bentuk stimulus dari guru terhadap muridnya.
Guru akan menjelaskan dan mencotohkan tentang bagaimana musik rangkaian sebab – akibat dalam pengajaran akan didapatkan sebagai hasil. Rangkaian sebab (pemberian stimulus) – akibat ini akan menghasilkan sebuah respon dari murid dimana respon ini akan membentuk sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pembelajaran. teori – teori tersebut akan dipraktekkan secara instrumental dan universal di kelas – kelas selanjutnya.
Kasus singkat diatas adalah contoh dari sebuah pengajaran di kelas dengan penerapan teori behaviorisme. Guru memberikan sebuah stimulus berupa materi – materi pengajaran dan mengharapkan akan mendapatkan sebuah respon yang berupa perubahan tingkah laku dari murid – muridnya. Perubahan tingkah laku dalam bentuk dari ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mempraktekkan pelajaran yang diberikan berubah menjadi mampu untuk mempraktekkannya. Guru tidak melihat bagaimana proses murid – murid mencerna materi pengajaran, guru hanya melihat bagaimana hasil akhir yang diperoleh. Reinforcement positive atau negative yang akan diberikan tergantung dari bagaimana perubahan tingkah laku yang dihasillkan.
Sedangkan contoh implementasi prinsip behaviorisme dalam mendesain strategi Online Learning adalah sebagai berikut:
  1. Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka dapat mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya telah mencapai outcome dari pembelajaran online atau tidak.
  2. Pebelajar harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran atau tidak. Ujian online atau bentuk lainnya dari ujian dan penilaian harus diintegrasikan kedalam urutan belajar untuk mencek tingkat pencapaian pebelajar dan untuk memberi umpan balik yang tepat.
  3. Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan belajar. Urutan dapat dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang diketahui sampai yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
  4. Pebelajar harus diberi umpan balik sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.
2)      Teori Kognitisme
Pengertian Kognitivisme
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Adapun ciri-ciri aliran kognitivisme antara lain :
1.      Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia    
2.      Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian          
3.      Mementingkn peranan kognitif                    
4.      Mementingkan kondisi waktu sekarang       
5.      Mementingkan pembentukan struktur kognitif

a.       Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

b.      Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran : Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya

c.       Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.
 Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1)   Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah
Implementasi teori Kognitivisme
Implementasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Implementasi teori kognitivisme terhadap Desain Strategi Online Learning adalah sebagai berikut :
  1. Materi pembelajaran online harus memasukan aktivitas gaya belajar yang berbeda, sehingga siswa dapat memilih aktivitas yang tepat berdasarkan kecenderungan gaya berlajarnya.
  2. Sebagai tambahan aktivitas, dukungan secukupnya harus diberikan kepada siswa dengan perbedaan gaya belajar. Siswa dengan perbedaan gaya belajar memiliki perbedaan pilihan terhadap dukungan, sebagai contoh, assimilator lebih suka kehadiran instruktur yang tinggi. Sementara akomodator lebih suka kehadiran instruktur yang rendah.
  3. Informasi harus disajikan dalam cara yang berbeda  untuk mengakomodasi berbedaan individu dalam proses dan memfasilitasi transfer ke long-term memory.
  4. Pebelajar harus dimotivasi untuk belajar, tanpa memperdulikan sebagaimana efektif materi, jika pebelajar tidak dimotivasi mereka tidak akan belajar.
  5. Pada saat belajar online pebelajar harus diberi kesempatan untuk merefleksi apa yang mereka pelajari. Bekerja sama dengan pebelajar lain, dan mengecek kemajuan mereka.
  6. Strategi online yang memfasilitasi transfer belajar harus digunakan untuk mendorong penerapan  yang berbeda dan dalam situasi kehidupan nyata. Simulasi situasi nyata, menggunakan kasus kehidupan nyata, harus menjadi bagian dari pelajaran.
  7. Psikologi kognitif menyarankan bahwa pebelajar menerima dan memproses informasi untuk ditransfer ke long term memory untuk disimpan.
3)      Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1.         Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2.         Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.         Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
4.         Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5.         Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6.         Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7.         Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.         Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.      Mencari dan menilai pendapat siswa.
8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Contoh Implementasi teori Konstruktivisme pada online learning adalah sebagai berikut:
  1. Belajar harus menjadi suatu proses aktif. Menjaga pebelajar tetap aktif melakukan aktivitas yang bermakna menghasilkan proses tingkat tinggi, yang memfasilitasi penciptaan makna personal.
  2. pebelajar mengkonstruksi pengenetahuan sendiri bukan hanya menerima apa yang diberi oleh instruktur. Konstruksi pengetahuan difasilitasi oleh pembelajaran online interaktif yang bagus, karena siswa harus mengambil inisiatif untuk berinteraksi dengan pebelajar lain dan dengan instruktu, dan karena agenda belajar dikontrol oleh pebelajar sendiri.
  3. Bekerja dengan pebelajar lain memberi pebelajar pengalaman kehidupan nyata melalui kerja kelompok, dan memungkinkan mereka menggunakan keterampilan meta-kognitif mereka.
  4. Pebelajar harus diberi control proses belajar. Harus ada bentuk bimbingan penemuan dimana pebelajar dibiarkan untuk menentukan keputusan terhadap tujuan belajar, tetapi dengan bimbingan dari instruktur.
  5. Pebelajar harus diberi waktu dan kesempatan untuk refleksi. Pada saat belajar online siswa perlu merefleksi dan menginternalisasi informasi.
  6. Belajar harus dibuat bermakna bagi siswa. Materi belajar harus memasukan contoh-contoh yang berhubungan dengan pebelajar sehingga mereka dapat menerima informasi yang diberikan.
  7. Belajar harus interaktif dan mengangkat belajar tingkat yang lebih tinggi dan kehadiran sosial, dan membantu mengembangkan makna personal. Pebelajar menerima materi pelajaran melalui teknologi, memproses informasi, dan kemudian mempersonalisasi dan mengkontekstualisasi informasi tersebut.
Implementasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran, dimana belajar merupakan proses pemaknaan informasi baru, oleh karena itu peserta didik perlu:
1)      Didorong pengetahuan diskusi yang dipelajari
2)      Berfikir divergen bukan hanya satu jawaban yang benar
3)      Berbagai jeniss luapan berpikir atau aktivitas belajar
4)      Digunakan informasi pada situasi baru


1.       
a.      Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov

Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

Eksperimen Pavlov:
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
·         Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
·         Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
·         Gambar ketiga. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
·         Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
  1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
  2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
  3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
  4. Respons terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.      Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.      Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.
Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori Classical Conditioning untuk semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.
Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contohlain adalahuntuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang,  selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh pavlov. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
  1. Mementingkan pengaruh lingkungan
  2. Mementingkan bagian-bagian
  3. Mementingkan peranan reaksi
  4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
  5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
  6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
  7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
b.      Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.

Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
a.       Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b.      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c.       Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. 

Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hukum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).

Implementasi Teori Thorndike
1.      Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
2.      Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
3.      Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
4.      Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
5.      Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
6.      Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
7.      Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
8.      Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.

Kelebihan
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c.       Teori Operant Conditioning Skinner

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Diawali di tahun 1930-an, Skinner menghabiskan waktu beberapa dasa warsa mempelajari perilaku—kebanyakan tikus atau merpati—di dalam ruangan kecil yang kemudian disebut kotak Skinner. Seperti kotak teka-teki Thorndike, kotak Skinner berupa ruangan kosong tempat hewan dapat memperoleh makanan dengan melakukan respons sederhana, seperti menekan atau memutar tuas. Sebuah alat yang diletakkan di dalam kotak merekam semua yang dilakukan hewan tersebut. Kotak Skinner berbeda dengan kotak teka-teki Thorndike dalam tiga hal: (1) dalam mengerjakan respons yang diinginkan, hewan tersebut menerima makanan namun tidak keluar dari kotak; (2) persediaan makanan di dalam kotak hanya cukup untuk setiap respons, sehingga penguat hanya diberikan untuk satu sesi tes; dan (3) operant response (respons yang disadari) membutuhkan upaya yang ringan, sehingga seekor hewan dapat melakukan respons ratusan bahkan ribuan kali per jamnya. Karena tiga perbedaan ini, Skinner dapat mengumpulkan lebih banyak data, dan ia dapat mengamati bagaimana perubahan pola pemberian makanan mempengaruhi kecepatan dan pola perilaku hewan.
Teori Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner. Menurut Skinner dalam (Dimyati Mahmud, 1989: 123) tingkah laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant. Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Jadi operant conditioning atau operant learning itu melibatkan pengendalian konsekuensi.
Tingkah laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah laku ini terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Antecedent     –> tingkah laku      –> konsekuensi
atau                            
 A          –>          B              –>          C
Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat lain di waktu yang akan datang.
Prinsip-prinsip Operant Conditioning
Selama lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip utamanya adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan generalization (generalisasi).

Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.
Dari penjelasan terperinci diatas tentang operant conditioning dapat diambil kesimpulan bahwa operant conditioning merupakan teori belajar yang menjelaskan bahwa sesuatu yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan akan cenderung diulang-ulang. Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
·         Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
·         Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
·         Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
·         Materi pelajaran digunakan sistem modul.
·         Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
·         Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
·         Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
·         Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
·         Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
·         Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
·         Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan
·         Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
·         Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
·         Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
·         Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat,administrasi kompleks.


DAFTAR PUSTAKA


http://oktavianipratama.wordpress.com/makalah-makalah/teori-belajar-ivan-petrovich-pavlov/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave your comment, please :)

 

Blog Template by BloggerCandy.com