1.
Teori Belajar dan Pembelajaran
A. Teori Belajar
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung seumur hidup. Ada banyak teori-teori belajar dimana
setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip endiri tentang belajar yang mempengaruhi
bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Masing-masing teori
memiliki kelebihan dan kekurangan .adapun aplikasi belajar yang dapat di pilih
adalah sebagai berikut.
1)
Teori belajar behaviorisme
Menurut teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh
kejadian-kejadian dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman-pengalaman
belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena
adanya stimulasi dan respon yang dapat diamati. Menurut teori behaviorisme ini
manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat di peroleh perubahan tingkah
laku yang diharapkan.
Teori behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dapat
dilihat yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi dala pikiran
manusia. Dengan kata lain lebih menekankan pada
hasil dari proses belajar. Behaviorisme menekankan pada tingkah laku
objektif, empiris (nyata), konkret dan dapat diamati (observable). Kritk
terhadap teori behaviorisme adalah tidak dapat menjelaskan situasi belajar yang
kompleks. Cenderung mengarahkan peserta didik berpikir linear, tidak konvergen,
dan tidak kreatif.
Dalam menerapkan teori behaviorisme yang paling terpenting
adalah para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program
pebelajaran harus memahami karakteristik peserta didik dan karakteritik
lingkungan belajar agar tingkat keberhasilan peserta didik selama kegiatan
pembelajaran dapat diketahui.tuntutan Hari teori ini adalah pentingnya
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan spesifik supaya mudah dicapai
dan diukur.
Contoh :
Seorang guru yang mengajar menggunakan teori behavioristik,
seorang anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat,
dan gurunya pun telah mengajarkannya dengan tekun, tetapi bila anak tersebut
belum mempraktekkan perhitungan perkalian, maka anak tersebut belum bisa
dianggap belajar. Karena ia belum bisa menunjukkan perubahan perilaku sebagai
hasil belajar.
Dari contoh diatas, stimulus adalah apa saja yang diberikan
oleh guru kepada siswa. Misalnya, daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja,
atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah
reaksi atau tanggapan siswa atau pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak diterapkan di
dunia pendidikan meliputi sebaggai berikut:
a.
Proses
belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik bersifat aktif di dalamnya
b.
Materi pelajaran disusun dalam urutan yang
logis supaya peserta didik mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respons
tertentu
c.
Tiap-tiap
respons harus diberi umpan balik (feedback) ecara langsung supaya peserta
didikdapat mengetahui apakah respons yang diberikannya telah benar
d.
Setiap
kali pesrta didik memberikan respons yang benatrperlu diberi penguatan (reinforcement)
(Hartley & Davies, 1978 dalam Toeti Soekamto, 1992:23).
Prinsip-prinsip behaviorisme ini telah banyak digunakan dan diterapkan dalam
berbagai program pembelajaran. Misalnya
mesin pengajaran (teaching machine), mathematics, atau program-progran
pembelajaran lain yang menggunakan konsep stimulasi, respon dan faktor
penguatan (reinforcement).
Implementasi Dalam Behaviorisme
Melalui Kasus Pembelajaran.
Dalam behaviorisme, seorang guru
selaku pengajar dan pengawas jalannya pembelajaran memiliki kemiripan dengan
seorang peneliti yang akan meneliti objek penelitiannya. Dimana seorang
peneliti akan mengambil jarak atau distansi penuh dengan objeknya, bersikap
netralitas, memanipulasi, merumuskan hukum – hukum, bebas kepentingan,
universal dan instrumental terhadap objeknya. Dalam hal
ini guru juga berlaku hal yang sama terhadap siswa – siswi didiknya. Penulis
mengambil contoh kasus dalam pembelajaran musik yang menggunakan pendekatan
teori behaviorisme.
Ketika seorang guru ingin mengajarkan
bagaimana mengajarkan tangga nada kepada muridnya, ia akan mengamati terlebih
dahulu bagaimana keadaan fisik jari murid – muridnya dan kemampuan dasar yang
dimiliki oleh tiap murid dengan sikap berjarak. Guru akan berfikir ia sebagai
subjek dan murid – murid adalah sebagai objek. fakta netral harus dimiliki oleh
sang guru dalam menghadapi muridnya. Sebuah pemikiran yang bersih dari unsur-
unsur subjektifnya. Ditahap ini materi – materi pembelajaran akan diberikan
sebagai bentuk stimulus dari guru terhadap muridnya.
Guru akan menjelaskan dan
mencotohkan tentang bagaimana musik rangkaian sebab – akibat dalam pengajaran
akan didapatkan sebagai hasil. Rangkaian sebab (pemberian stimulus) – akibat
ini akan menghasilkan sebuah respon dari murid dimana respon ini akan membentuk
sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pembelajaran. teori – teori
tersebut akan dipraktekkan secara instrumental dan universal di kelas – kelas
selanjutnya.
Kasus singkat diatas adalah contoh
dari sebuah pengajaran di kelas dengan penerapan teori behaviorisme. Guru
memberikan sebuah stimulus berupa materi – materi pengajaran dan mengharapkan
akan mendapatkan sebuah respon yang berupa perubahan tingkah laku dari murid –
muridnya. Perubahan tingkah laku dalam bentuk dari ketidaktahuan dan
ketidakmampuan untuk mempraktekkan pelajaran yang diberikan berubah menjadi
mampu untuk mempraktekkannya. Guru tidak melihat bagaimana proses murid – murid
mencerna materi pengajaran, guru hanya melihat bagaimana hasil akhir yang
diperoleh. Reinforcement positive atau negative yang akan
diberikan tergantung dari bagaimana perubahan tingkah laku yang dihasillkan.
Sedangkan contoh implementasi
prinsip behaviorisme dalam mendesain strategi Online Learning adalah sebagai
berikut:
- Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka dapat mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya telah mencapai outcome dari pembelajaran online atau tidak.
- Pebelajar harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran atau tidak. Ujian online atau bentuk lainnya dari ujian dan penilaian harus diintegrasikan kedalam urutan belajar untuk mencek tingkat pencapaian pebelajar dan untuk memberi umpan balik yang tepat.
- Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan belajar. Urutan dapat dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang diketahui sampai yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
- Pebelajar harus diberi umpan balik sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.
2)
Teori Kognitisme
Pengertian
Kognitivisme
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya
adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya,
kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah
psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman,
memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan
keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut
para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana
tingkah laku itu terjadi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir
sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya.
Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian
menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah
ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap
orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan
pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini
proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi
secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Teori
belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Belajar
kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan
atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang,
yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di
lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di
tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Adapun
ciri-ciri aliran kognitivisme antara lain :
1.
Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2.
Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3.
Mementingkn peranan kognitif
4. Mementingkan
kondisi waktu sekarang
5.
Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang
dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi
peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
b. Teori Perkembangan Kognitif,
dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif
manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif
seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang
biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran
harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan
yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif
mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan
suatu kesimpulan. (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran : Menghadapkan
anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan
berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah
dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keseimbangan di dadalam benaknya
c. Teori Perkembangan Kognitif,
dikembangkan oleh Ausebel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui
tahap-tahap:
1)
Memperhatikan stimulus yang
diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan
dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi
pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat
kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan
kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum
yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced
organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual
untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat
membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah
Implementasi teori Kognitivisme
Implementasi
teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa
siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia
pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret,
keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan
pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.
Implementasi teori kognitivisme terhadap
Desain Strategi Online Learning adalah sebagai berikut :
- Materi pembelajaran online harus memasukan aktivitas gaya belajar yang berbeda, sehingga siswa dapat memilih aktivitas yang tepat berdasarkan kecenderungan gaya berlajarnya.
- Sebagai tambahan aktivitas, dukungan secukupnya harus diberikan kepada siswa dengan perbedaan gaya belajar. Siswa dengan perbedaan gaya belajar memiliki perbedaan pilihan terhadap dukungan, sebagai contoh, assimilator lebih suka kehadiran instruktur yang tinggi. Sementara akomodator lebih suka kehadiran instruktur yang rendah.
- Informasi harus disajikan dalam cara yang berbeda untuk mengakomodasi berbedaan individu dalam proses dan memfasilitasi transfer ke long-term memory.
- Pebelajar harus dimotivasi untuk belajar, tanpa memperdulikan sebagaimana efektif materi, jika pebelajar tidak dimotivasi mereka tidak akan belajar.
- Pada saat belajar online pebelajar harus diberi kesempatan untuk merefleksi apa yang mereka pelajari. Bekerja sama dengan pebelajar lain, dan mengecek kemajuan mereka.
- Strategi online yang memfasilitasi transfer belajar harus digunakan untuk mendorong penerapan yang berbeda dan dalam situasi kehidupan nyata. Simulasi situasi nyata, menggunakan kasus kehidupan nyata, harus menjadi bagian dari pelajaran.
- Psikologi kognitif menyarankan bahwa pebelajar menerima dan memproses informasi untuk ditransfer ke long term memory untuk disimpan.
3) Teori
Konstruktivisme
Teori
Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses
asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk
suatu skema yang baru.
Teori
konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan
pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang.
Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi”
atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan
pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan
demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal,
akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan
bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari
proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari
”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui
proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan
makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam
setiap individu.
Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara
kontruktivisme adalah:
1.
Memberi
peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia
sebenarnya.
2.
Menggalakkan
soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan
merancang pengajaran.
3.
Menyokong
pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
4.
Mengambil
kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5.
Menggalakkan
& menerima daya usaha & autonomi murid.
6.
Menggalakkan
murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7.
Menganggap
pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.
Menggalakkan
proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip
Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan
dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk
menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Contoh Implementasi teori
Konstruktivisme pada online learning adalah sebagai berikut:
- Belajar harus menjadi suatu proses aktif. Menjaga pebelajar tetap aktif melakukan aktivitas yang bermakna menghasilkan proses tingkat tinggi, yang memfasilitasi penciptaan makna personal.
- pebelajar mengkonstruksi pengenetahuan sendiri bukan hanya menerima apa yang diberi oleh instruktur. Konstruksi pengetahuan difasilitasi oleh pembelajaran online interaktif yang bagus, karena siswa harus mengambil inisiatif untuk berinteraksi dengan pebelajar lain dan dengan instruktu, dan karena agenda belajar dikontrol oleh pebelajar sendiri.
- Bekerja dengan pebelajar lain memberi pebelajar pengalaman kehidupan nyata melalui kerja kelompok, dan memungkinkan mereka menggunakan keterampilan meta-kognitif mereka.
- Pebelajar harus diberi control proses belajar. Harus ada bentuk bimbingan penemuan dimana pebelajar dibiarkan untuk menentukan keputusan terhadap tujuan belajar, tetapi dengan bimbingan dari instruktur.
- Pebelajar harus diberi waktu dan kesempatan untuk refleksi. Pada saat belajar online siswa perlu merefleksi dan menginternalisasi informasi.
- Belajar harus dibuat bermakna bagi siswa. Materi belajar harus memasukan contoh-contoh yang berhubungan dengan pebelajar sehingga mereka dapat menerima informasi yang diberikan.
- Belajar harus interaktif dan mengangkat belajar tingkat yang lebih tinggi dan kehadiran sosial, dan membantu mengembangkan makna personal. Pebelajar menerima materi pelajaran melalui teknologi, memproses informasi, dan kemudian mempersonalisasi dan mengkontekstualisasi informasi tersebut.
Implementasi teori konstruktivisme
dalam pembelajaran, dimana belajar merupakan proses pemaknaan informasi baru,
oleh karena itu peserta didik perlu:
1)
Didorong pengetahuan diskusi yang dipelajari
2)
Berfikir divergen bukan hanya satu jawaban yang benar
3)
Berbagai jeniss luapan berpikir atau aktivitas belajar
4)
Digunakan informasi pada situasi baru
1.
a.
Teori Pengkondisian Klasikal dari
Pavlov
Teori pelaziman klasik
adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan
stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu.
Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan
respons terkondisikan.
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan
Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang
pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi.
Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun
1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902)
dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan
klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap
anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat
terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang
dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi
pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila
diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut.
Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah
terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.
Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika
dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun
akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah
rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan
berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk
timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek
Bersyarat atau Conditioned Respons. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar
yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip
tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek
bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar
dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Eksperimen Pavlov:
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari
gambar diatas:

·
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka
secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
·
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon
atau mengeluarkan air liur.
·
Gambar ketiga. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah
makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing
akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
·
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka
ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom
anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku
anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan
air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing
tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam
proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
- Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
- Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
- Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
- Respons terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa
tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu
refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning
process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan
rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang
berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari,
dapat berubah karena mendapat latihan Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov
terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.
Law
of Respondent Conditioning
yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2.
Law
of Respondent Extinction
yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar
itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang
itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting
dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan
yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal
belajar yeng terjadi secara otomatis.
Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku
manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil
daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam
kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov
terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar
penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme.
Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la
menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson
menggunakan teori Classical Conditioning untuk semuanya yang bertalian
dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik.
Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan.
Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari
situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara
atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar
ucap.
Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama
seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim yang
berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah
si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air
liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut
betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain
adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank.
Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian
dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di
rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa
harus berdiri lama.Contohlain adalahuntuk menambah kelekatan dengan pasangan,
Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS).
Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat
untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian
anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang,
selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka
secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat
terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti
ekperimen yang telah dilakukan oleh pavlov. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk
penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak,
es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat
atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan
strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori
belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
- Mementingkan pengaruh lingkungan
- Mementingkan bagian-bagian
- Mementingkan peranan reaksi
- Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
- Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
- Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
- Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh
oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.
b.
Teori
Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike
menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar
(puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus
dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui
usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error)
terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error
learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi.
Dari
percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
a. Hukum Kesiapan(law of readiness),
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku,
maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b. Hukum Latihan (law of exercise),
yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara
kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat
karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa
prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi
pelajaran akan semakin dikuasai.
c. Hukum akibat(law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada
makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan
yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike
juga menambahkan hukum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi
(multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat
Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
Implementasi Teori Thorndike
1. Guru
harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa
yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh
karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
2. Tujuan
pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi
dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacaam-macam situasi.
3. Agar
peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari
yang sederhana sampai yang kompleks.
4. Dalam
belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya
respon yang benar terhadap stimulus.
5. Peserta
didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik
harus segera diperbaiki.
6. Situasi
belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
7. Materi
pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak
setelah keluar dari sekolah.
8. Pelajaran
yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan
penalarannya.
Kelebihan
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c.
Teori Operant
Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang
dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain
yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Diawali di
tahun 1930-an, Skinner menghabiskan waktu beberapa dasa warsa mempelajari
perilaku—kebanyakan tikus atau merpati—di dalam ruangan kecil yang kemudian
disebut kotak Skinner. Seperti kotak teka-teki Thorndike, kotak Skinner berupa
ruangan kosong tempat hewan dapat memperoleh makanan dengan melakukan respons
sederhana, seperti menekan atau memutar tuas. Sebuah alat yang diletakkan di
dalam kotak merekam semua yang dilakukan hewan tersebut. Kotak Skinner berbeda
dengan kotak teka-teki Thorndike dalam tiga hal: (1) dalam mengerjakan respons
yang diinginkan, hewan tersebut menerima makanan namun tidak keluar dari kotak;
(2) persediaan makanan di dalam kotak hanya cukup untuk setiap respons, sehingga
penguat hanya diberikan untuk satu sesi tes; dan (3) operant response (respons
yang disadari) membutuhkan upaya yang ringan, sehingga seekor hewan dapat
melakukan respons ratusan bahkan ribuan kali per jamnya. Karena tiga perbedaan
ini, Skinner dapat mengumpulkan lebih banyak data, dan ia dapat mengamati
bagaimana perubahan pola pemberian makanan mempengaruhi kecepatan dan pola
perilaku hewan.
Teori Operant Conditioning
Teori ini
dikembangkan oleh B.F Skinner. Menurut Skinner dalam (Dimyati Mahmud, 1989: 123)
tingkah laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan
yang disengaja atau operant. Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi
sesudahnya. Jadi operant conditioning atau operant learning itu melibatkan
pengendalian konsekuensi.
Tingkah laku
ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah laku
ini terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya
(antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal ini dapat
dilukiskan sebagai berikut:
Antecedent
–> tingkah laku –> konsekuensi
atau
A
–> B
–>
C
Dengan
demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah antecedent,
konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu sangat
menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat lain
di waktu yang akan datang.
Prinsip-prinsip Operant Conditioning
Selama
lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip
mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar
perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip utamanya
adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping
(pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan
generalization (generalisasi).
Aplikasi Teori Skinner
Terhadap Pembelajaran.
Dari
penjelasan terperinci diatas tentang operant conditioning dapat diambil
kesimpulan bahwa operant conditioning merupakan teori belajar yang menjelaskan
bahwa sesuatu yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan akan cenderung
diulang-ulang. Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:
·
Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada
unit-unit secara organis.
·
Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada
siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
·
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang
belajar.
·
Materi pelajaran digunakan sistem modul.
·
Tes lebih ditekankan untuk kepentingan
diagnostic.
·
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan
aktivitas sendiri.
·
Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan
hukuman.
·
Dalam pendidikan mengutamakan mengubah
lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
·
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi
hadiah.
·
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
·
Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis
kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan
·
Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
·
Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan
tingkah laku operan.
·
Dalam belajar mengajar menggunakan teaching
machine.
·
Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari
bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak
berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang
berbeda-beda. Tugas guru berat,administrasi kompleks.
DAFTAR
PUSTAKA
http://oktavianipratama.wordpress.com/makalah-makalah/teori-belajar-ivan-petrovich-pavlov/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave your comment, please :)