NEGARA DAN KONSTITUSI
A. PENGERTIAN
NEGARA
Pengertian
Negara dala KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah organisasi dalam satu
wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyat.
Pengertian Negara lainnya yang didefinisikan dalam KBBI adalah kelompok social
yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga
politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat
sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Contoh Negara yaitu : Indonesia,
Malaysia, Singapore, dsb.
B. PENGERTIAN
KONSTITUSI
Istilah konstirusi mempunyai 3
pengertian, yaitu konstitusi dalam arti luas, arti tengah, dan arti sempit.
a.
Dalam
artinya yang paling luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti
hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan hukum yang
menggambarkn sistem ketatanegaraan suatu negara. Contoh : Istilah Constitutional
Law dalam bahasa Inggris yang berarti Hukum Tata Negara.
b.
Dalam
arti sempit (dikemukakan ole Lord Bryce), konstitusi berarti undang-undang
dasar, yaitu satu atau beberapa dokume yang memuat aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok atau dasar dari ketatanegaraan suatu
negara. Contoh : The Constitution of United States of America
berarti Undang-Undang Dasar Amerika Serikat. Ketika negara Republik
Indonesia berbentuk serikat pada masa 27-12-1949 sampai 17-8-1950,
undang-undang Dasar yang dipakai adalah Konstitusi RIS. Kata konstitusi disini
diartikan sebagai Undang-Undang Dasar, sehingga sebenarnya Konstitusi RIS sama
dengan UUD RIS.
C.
TUJUAN
KONSTITUSI
- Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela dan bisa merugikan rakyat banyak.
- Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
- Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh. Contoh pedoman konstitusi Negara : Pancasila sebangai pedoman konstitusi Indonesia.
- Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Contoh : salah satu contoh penerapan nilai normatif dalam undang-undang dasar 1945 terdapat dalam pasal 7B. Pasal 7B mengatur mengenai pemberhatian presiden dan/atau wakil presiden yang dapat diajukan oleh dewan perwakilan rakyat kepada majelis permusyawaratan rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada mahkamah konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat dewan perwakilan rakyat bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
- Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah negara. Contoh : UUD 1945 sebelum amandemen memiliki kecenderungan bersifat konstitusi yang bernilai semantik. Contohnya UUD 1945 pada zaman Orde baru dan Orde lama pada waktu itu berlaku secara hukum, tetapi dalam praktiknya keberlakuan itu semata-mata hanya untuk kepentingan penguasa saja dengan dalih untuk melaksanakan Undang-Undang dasar 1945. Kenyataan itu dapat kita lihat dalam masa Orde Lama ikut campur penguasa dalam hal ini esekutif (Presiden) dalam bidang peradilan, yang sebenarnya dalam pasal 24 dan 25 Undang-Undang dasar 1945 harus bebas dan tidak memihak, hal tersebut dapat terlihat dengan adanya Undang-undang No. 19 tahun 1965.
- Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik. Contoh : Pasal 10 dan Pasal 33 ayat 2.
- Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
- Agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
- Melindungi asas demokrasi.
- Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat.
- Untuk melaksanakan dasar negara.
- Menentukan suatu hukum yang bersifat adil.
- Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan / ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan.
- Sebagai hukum dasar.
- Sebagai hukum yang tertinggi.
- Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi yaitu:
- Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu:
- Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
- Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
- Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
- Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
- Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
- Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
- Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
- Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
- Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
- Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
- Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
NILAI KONSTITUSI
D.
MACAM-MACAM
KONSTITUSI
·
Konstitusi
tertulis (dokumentary constiutution / writen constitution) adalah aturan –
aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga
aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam
persekutuan hukum negara. Contoh : UUD 1945.
·
Konstitusi
tidak tertulis / konvensi (nondokumentary constitution) adalah berupa kebiasaan
ketatanegaraan yang sering timbul. Contoh : Pengambilan keputusan secara
musyawarah dan mufakat, dan Pidato kenegaraan presiden RI
setiap 16 Agustus di dalam siding DPR.
E.
SIFAT
KONSTITUSI
1. Fleksibel / luwes konstitusi / undang undang dasar memungkinkan
untuk berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Contoh Negara : Inggris dan
Selandia Baru.
2. Rigid / kaku, konstitusi / undang
undang dasar sulit untuk diubah. Contoh Negara : Amerika, Indonesia, Kanada dan
Jerman.
F.
SYARAT
KONSTITUSI
G.
KEDUDUKAN
KONSTITUSI/UUD
H.
PERUBAHAN
KONSTITUSI
Secara
revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang kadang –
kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan rakyat. Secara
evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang dapat
menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku lagi.
Keterkaitan
antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita – cita
dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara. Dasar negara
sebagai pedoaman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam
konstitusi suatu negara.
Konstitusi
adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis sedangkan UUD adalah hukum dasar
tertulis. UUD memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik sifatnya
aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemerintahan
diselenggarakan.
F.
Sejarah
Pembentukan Negara Konstitusi Indonesia
Sebagai
Negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang
dikenal dengan undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945
sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga
akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di
Indonesia.
Dalam
sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni
1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau dalam bahasa jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang
beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil
ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3
orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda
kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor
23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian,
2001:59)
Badan
ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi
Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945
(UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman
Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo,
Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul
Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas
(Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul
WACHID hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra).
Latar
belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut
antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur
raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari
kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan
angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri
kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak
saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda
serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang,
sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai
bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah
yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia.
Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya.
Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan
leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan
tiba.
Setelah
kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia
menjadi sebuah Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari
setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan
sebagai berikut:
Menetapkan
dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan
undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
Menetapkan
dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang
disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
Memilih
ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden;
Pekerjaan
presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang kemudian menjadi komite Nasional;
Dengan
terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka
secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim
diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
·
Rakyat,
yaitu bangsa Indonesia;
·
Wilayah,
yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke Merauke yang terdiri
dari 13.500 buah pulau besar dan kecil;
·
Kedaulatan
yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia;
·
Pemerintah
yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan
pemerintahan Negara;
·
Tujuan
Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila;
·
Bentuk
Negara yaitu Negara kesatuan.
G.
Konstitusi
Dari Masa Ke Masa
Periode berlakunya UUD 1945
(18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Dalam
kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif,
karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensial
("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Periode berlakunya Konstitusi RIS
1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Pada
masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan
dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari
negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan
sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 -
5 Juli 1959)
Pada
periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering
disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti,
akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih
memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS
1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9
tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi
Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi
pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur;
sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran
Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950
Periode kembalinya ke UUD 1945 (5
Juli 1959 - 1966)
Karena
situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya
memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada
masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
Periode UUD 1945 masa orde baru (11
Maret 1966 - 21 Mei 1998)
Pada
masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada
masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat
"sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:
Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober
1999
Pada
masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan
oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
Periode Perubahan UUD 1945
Salah
satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan
perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara
demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di
antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan
kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensial.
Dalam
kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Di
Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam
delapan periode yaitu :
Undang-undang
Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
a. 16 Bab;
b. 37 Pasal
c. 4 aturan peralihan;
d. 2 Aturan Tambahan.
3. Penjelasan
UUD
1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS)
pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia
hingga saat ini. Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali
diamandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
H.
Amandemen UUD 1945
Amandemen
UUD 1945 dilakukan pada :
1. Amandemen I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada
amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5
ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15,
17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada DPR.
b. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan
wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama
lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi
grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1)
Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
(2)
Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d. Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap
Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Amandemen II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada
amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal
18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1)
s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3),
27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d
(3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J
ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
e. Pasal 20 berbunyi :
Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan.
f. Pasal 26 ayat (2) berbunyi :
Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara ditetapkan dengan
Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
g. Pasal 28
memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Amandemen III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada
amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal
1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2),
(3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan
(3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3),
23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1)
s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
h.
Pasal
1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD
i.
Ditambah
Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat
j.
Pasal
8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara
Indonesia sejak kelahirannya
k. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman
ditambah:
1.
Pasal
24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri
yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
2.
Pasal
24C : mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD
1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji
ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4. Amandemen IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada
amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu:
pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24
ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34
ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan
Tambahan pasal I dan II.
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
l.
Pasal
2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan
golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang
dipilih melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
m. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) dihapus.
Diubah menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya
diatur dalam Undang-undang
n. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal
ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
o. Aturan Peralihan Pasal III :
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan
sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III
dan IV terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik
Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (2):
MPR
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan
rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara
lagi.
MPR,
DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum.
Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam
pemilihan umum yang akan datang.
b. Pasal 2 ayat (1):
MPR
terdiri dari :
1.
Dewan
Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2.
Dewan
Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR
merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika
Serikat;
Anggota
DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih
oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan
DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan
dari MPR. Bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia,
melainkan rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c. Pasal 5 ayat (1):
Presiden
bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana
Undang-undang)
d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A:
Presiden
Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil
Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil
Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh
MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e. Pasal 7:
Presiden
dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5 tahun
: 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan
seumur hidup).
f. Pasal 14:
Presiden
memberi :
1.
Grasi
dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
I.
Alasan
Amandemen UUD 1945
Pertama, UUD 45 adalah UUD
sementara. Para pakar hukum tata negara telah mengemukakan bahwa para perumus
UUD 45 sendiri sebenarnya menyadari bahwa UUD tersebut merupakan UUD sementara yang
harus segera diselesaikan karena dorongan situasi strategis untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejarah pun tidak mendustakan hal itu.
Soekarno sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ketika
membuka sidang pertama PPKI pada Rapat Besar tanggal 18 Agustus 1945,
menyatakan: "… Tuan-tuan semuanya tentu mengerti bahwa undang-undang dasar
yang kita buat sekarang ini adalah undang-undang dasar sementara. Kalau boleh
saya memakai perkataan, ini adalah undang-undang dasar kilat. Nanti kalau kita
telah bernegara di dalam suasana yang lebih tentram, kita tentu akan
mengumpulkan kembali majelis perwakilan rakyat yang dapat membuat undang-undang
dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna."
Pernyataan Soekarno itu
dibuktikan dengan adanya pembuatan konsitusi lain, yaitu UUD 1949, UUDS 1950,
dan pembuatan UUD baru oleh Badan Konstituante tahun 1959 yang dihentikan oleh
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Status kesementaraan itu juga termaktub dalam UUD
45 pasal 3 dan butir 2 Aturan Tambahan. Dengan demikian, meskipun UUD 45 masih
berlaku hingga sekarang, namun status kesementaraannya tidak berubah.
Alasan kedua, UUD 45 memiliki
banyak kelemahan. kelemahan-kelemahan itu menjadi dua jenis, yaitu kelemahan
konseptual dan kelemahan konstruksi hukum. UUD 45 yang hanya berisi 37 pasal
terlalu sederhana untuk sebuah konstitusi negara. Dengan adanya kesederhanaan
itu, pelaksanaan UUD 1945 diatur lebih lanjut dengan undang-undang (UU).
Kondisi ini membuka peluang terjadinya penyelewengan-penyelewengan oleh pembuat
UU sebagaimana terjadi selama ini.
Sistem pemerintahan yang memberi
kekuasaan terlalu besar kepada presiden serta prinsip kedaulatan rakyat yang
diwakilkan melalui MPR seperti diatur UUD 45, telah terbukti menyebabkan
penyalahgunaan kekuasaan, menimbulkan kekuasaan otoriter, korup dan menindas
rakyat, serta menciptakan penyelenggaraan negara yang buruk. Pada awal
pemberlakuan UUD 45 (1945-1949), perputaran roda pemerintahan sangat bergantung
kepada presiden.
Banyaknya masalah yang tidak
bisa diselesaikan UUD 45 telah melahirkan Maklumat Wakil Presiden No X soal
kedudukan Komite Nasional Indonesia menjadi pembantu presiden, serta perubahan
sistem pemerintahan dari presidensiil ke parlementer. Periode 1959-1966, juga
muncul pemerintahan otoriter dengan konsep demokrasi terpimpin yang dijalankan
oleh Presiden Soekarno. Sedang pada periode 1966-1998, UUD 45 juga tak mampu
menghentikan munculnya pemerintahan otoriter Orde Baru yang otoriter, korup dan
banyak melanggar hak asasi manusia.
Alasan ketiga perlunya amandemen
UUD 45 adalah bahwa memiliki UUD baru merupakan kebutuhan mendesak reformasi
konstitusional. UUD baru pada dasarnya kontrak sosial baru sebagai wujud
kehendak bersama, yang harus dibuat dan ditentukan secara bersama pula. UUD
baru milik bersama seluruh rakyat, bukan milik elite-elite politik di MPR. Oleh
karena itu, penyusunan UUD baru harus berangkat dari jiwa dan semangat yang
dapat dimengerti oleh seluruh rakyat.
Atas dasar alasan-alasan itulah,
maka gerakan mahasiswa menetapkan amandemen UUD 45 bagian dari visi reformasi
yang harus dilaksanakan sebagai bagian reformasi total. Reformasi konstitusi
adalah agenda paling mendasar dalam proses transisi menuju demokrasi. Sebab
tranformasi ke arah pembentukan sistem demokrasi hanya dimungkinkan bila
didahului oleh perubahan fundamental dalam aturan konstitusi yang memberi dasar
bagi agenda-agenda reformasi dan demokrasi lainnya.
Contoh Kasus Negara dan
Konstitusi :
1. 15
Desember 2011
JAKARTA,
suaramerdeka.com – Kasus Mesuji, di Provinsi Lampung, menyentak
nurani. Rakyat, yang sehari-hari bekerja sebagai petani atau petani penggarap,
harus menghadapi kekerasan senjata hanya karena mereka hendak mempertahankan
lahan garapannya.
Politikus PDI
Perjuangan Aria Bima mengatakan, aparat negara, sebagai satu-satunya lembaga
yang sah memonopoli penggunaan kekerasan dalam alam demokrasi, diduga kuat ikut
terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia tersebut.
Maka,
lanjutnya, di sini demokrasi politik harus diimbangi implementasi demokrasi
ekonomi, yang menjunjung tinggi hak-hak ekonomi tiap warga negara untuk mencari
penghidupan yang layak di wilayah NKRI. Pemerintah dalam hal ini harus
melindungi hak-hak ekonomi petani, yang merupakan profesi mayoritas warga
miskin negeri ini.
2. Kasus Hambalang, Pejabat Kempora
Diperiksa KPK
Jakarta -
Kepala Bidang Manajemen Industri Olahraga Kementerian Pemuda dan
Olahraga(Kempora) Dedi Rosadi diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi
pengadaan proyek pembangunan pusat pelatihan pendidikan dan sekolah olahraga
nasional, Bukit Hambalang, Jawa Barat.
Kepala
Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Dedi
diperiksa sebagai saksi untuk tiga orang tersangka, yaitu Deddy Kusdinar, Andi
Alifian Mallarangeng dan Teuku Bagus M Noor.
"Hari
ini kami jadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Bidang Manajemen Industri
Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Dedi Rosadi sebagai saksi untuk tiga
tersangka," kata Priharsa di kantor KPK, Rabu (24/4).
KPK
sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus Hambalang. Mereka
adalah Andi Alifian Mallarangeng, Deddy Kusdinar, Anas Urbaningrum dan Teuku
Bagus. Andi ditetapkan menjadi tersangka pada Desember tahun lalu. Andi
berstatus tersangka dalam kapasitasnya sebagai menteri pemuda dan olahraga dan
pengguna anggaran proyek Hambalang. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1)
dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) 30/1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Pasal 3 mengatur soal penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan
kerugian negara. Sementara Pasal 2 Ayat (1) melakukan pelanggaran hukum yang
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Kepala
Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora), Deddy
Kusdinar sebagai tersangka kasus pengadaan pembangunan sarana dan prasarana
Pusat Pelatihan dan Olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat. Deddy ditetapkan
tersangka terkait jabatannya dulu sebagai kepala biro perencanaan Kempora.
Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat
komitmen (PPK).
Kepada
Deddy, KPK menyangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang
No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1)
kesatu KUHP.
Sementara
eks Direktur Operasi sekaligus Kepala Divisi Konstruksi 1 non aktif PT Adhi
Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor sebagai tersangka karena melanggar Pasal 2
ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK
menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kaspenerimaan hadiah atau janji
terkait proses perencanaan pelaksnaan pembangunan sport center hambalang dan
atau proyek-proyek lainnya. Anas ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitasnya
sebagai anggota DPR 2009-2014. KPK menyangkakan Anas melanggar pasal 12 huruf a
atau huruf b dan atau pasal 11 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
KPK
mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua
peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK
mencapai Rp 2,5 triliun. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah
Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan
secara multi years. Pengadaan proyek Hambalang ditangani Kerjasama Operasi
(KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Alasan
mengapa kasus hambalang dijadikan contoh kasus penyimpangan negara konstitusi
di indonesia karena Andi Alifian Mallarangeng sebagai tersangka dan beliau sebagai
menteri pemuda dan olahraga melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dan penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave your comment, please :)