Senin, 22 Juni 2015

NEGARA HUKUM DAN HAM



NEGARA HUKUM DAN HAM
a.      Hakikat Negara Hukum
Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, 2003).
Analisis : Jadi suatu Negara yang dapat dikategorikan sebagai Negara Hukum adalah Negara yang pemerintahannya diatur dan didasarkan pada hukum-hukum yang berlaku. Bukan kekuasaan belaka, serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum. Dan apabila hukum tersebut dilanggar, maka aka nada sanksi dan hukuman setimpal bagi yang melanggar.
Contoh (kasus) : Contoh kasus hukum di Indonesia yang paling heboh dan menyita perhatian media dan masyarakat luas adalah kasus hukum prita mulyasari. Prita mulyasari telah didakwa melakukan peencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Alam Sutera di Tangerang. Pengadilan Negeri Tangerang sempat memutus bebas Prita Mulyasari, namun oleh Mahkamah Agung Prita Mulyasari divonis hukuman selama enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun.
Tambahan : Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme) sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh mengabaikan tiga ide dasar hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian (Achmad Ali,2002). Apabila Negara berdasar atas hukum, pemerintahan Negara itu juga harus berdasar atas suatu konstitusi atau undang-undang dasar sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan. Konstitusi dalam negara hukum adalah konstitusi yang bercirikan gagasan kostitusionalisme yaitu adanya pembatasan atas kekuasaan dan jaminan hak dasar warga negara.
b.      Ciri-ciri Negara Hukum
  1. Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku
Analisis : Kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku dan dengan cara yang telah ditentukan dalam hukum itu. Dalam negara hukum tidaklah cukup bahwa instansi negara, misalnya pemerintah atau seorang menteri, berpendapat bahwa suatu tindakan perlu diambil demi kepentingan umum, melainkan tindakan itu hanya boleh diambil apabila tidak bertentangan dengan undang-undang.
Contoh (kasus) :  Korupsi Dana Bansos, Hakim Setyabudi Dituntut 16 Tahun Bui
BANDUNG - Terdakwa kasus suap sidang bansos Kota Bandung, Setyabudi Tedjocahyono, dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider satu tahun penjara.
Setyabudi, yang juga pengadil kasus bansos sekaligus Wakil PN Bandung, dinilai terbukti bersalah menerima suap JPU dari KPK, Risma Ansyari, mengatakan, Setyabudi secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjuta. Atas hal tersebut, Setyabudi dinilai melanggar tiga pasal dakwaan primer yakni pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat 1 hurup a dan Pasal 12 hurup a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2.      Kegiatan negara berada dibawah kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif
Analisis : Yang mengontrol pelaksanaan fungsi-fungsi alat-alat negara selain lembaga kontrol yang diciptakan khusus untuk tujuan itu berdasarkan undang-undang dasar, adalah masyarakat. Negara dan pemerintah dapat ditantang di hadapan pengadilan dan terhadap putusan hakim peringkat pertama orang berhak naik banding ke peringkat berikut. Terhadap tindakan negara yang dianggap tidak berdasarkan hukum warga masyarakat dapat minta perintah penghentian tindakan dari seorang hakim. Apabila negara dapat membuktikan legalitas tindakannya, yang mau diambil kepada hakim, tindakan itu boleh diambil. Kepentingan umum tidak merupakan alasan untuk menganggap sepi hukum yang berlaku (itu bukan hanya tuntutan keadilan, melainkan kepentingan umum sendiri: masyarakat jauh lebih berkepentingan agar penguasa selalu bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku, dari pada agar tindakan khusus tertentu terlaksana dengan cepat). Yang menetukan ciri negara sebagai negara hukum ialah bahwa kontrol itu nyata-nyata terlaksana, jadi bahwa negara betul-betul tunduk kepada putusan pengadilan dan sungguh-sungguh melaksanakannya.
Contoh (kasus) :
1. Kasus Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Sumatera Barat yaitu Korupsi Anggota DPRD Sumbar periode 1999 s/d 2004 senilai 5,9 Milyar tahun 2002.

Bahwa Mahkamah Agung (MA) Mengabulkan permohonan Kasasi 10 anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) periode 1999-2004 tersebut sehingga menyebabkan munculnya berbagai reaksi dari masyarakat atas putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut, sehingga ada yang berucap putusan tersebut aneh serta tidak masuk akal sebab bagaimana mungkin perbuatan yang jelas-jelas terbukti tindak pidana korupsi bukan merupakan perbuatan melawan hukum materil.

Bagaimana tidak Pengadilan Negeri Padang telah memutuskan perkara tersebut kepada terdakwa dengan hukuman 3 (tiga) tahun 3 (tiga) bulan dan putusan Pengadilan Tinggi Padang bertambah menjadi 5 (lima) tahun 5 (lima) bulan namun atas putusan tersebut para terdakwa mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dan dari 43 orang mantan anggota DPRD Sumbar maka 33 orang di tolak kasasinya berdasarkan putusan Mahkamah Agung sedangkan 10 orang lainnya kasasinya di terima Mahkamah Agung yang kemudian dinyatakan bebas dari seluruh dakwaan atau bebas dari hukuman yang dijatuhkan.

Keluarnya putusan bebas kasasi di Mahkamah Agung dalam perkara korupsi terhadap 10 orang anggota DPRD tersebut tentu bukan kali ini saja bahkan Kasasi MA juga membebaskan Akbar Tandjung atas kasus dana Nonbudgeter Buloq sebesar Rp 40 Milyar, Putusan bebas Kasasi MA atas korupsi dana non budgeter bolog dianggap sebagai tragedi yang menyedihkan dalam penegakan hukum.

Ilmu hukum mengatakan bahwa setiap putusan hakim harus di anggap benar dan di hormati (res judicata pro varitate habetur) itulah postulat dasar dalam ilmu hukum, padahal kita tahu bahwa dalam kasus korupsi mantan anggota DPRD Sumbar periode 1999 s/d 2004 sebanyak 43 orang telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara serta denda.

Putusan bebas tanggal 12 Februari 2004 tersebut di nilai oleh sebagian massyarakat bertentangan dengan rasa keadilan, menurut Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) J.E SAHETAPY : ada kesan seolah-olah putusan kasasi sedang “mengembara” dengan kajian Legalistik positivistik tanpa menyadari atau mempertimbangkan lebih lanjut apa yang dinamakan Sense Of Justice.
Pernyataan tersebut di sampaikan oleh J.E SAHETAPY melalui sebuah artikel yang berjudul “Dari Hulu Sampai Hilir” artinya akibat dari putusan bebas itu sebagian masyarakat akar rumput mengangam sebagai keputusan yang “hambar” selain itu hakim pada tingkat kasasi di anggap seperti tidak menyadari bagaimana masyarakat akar rumput begitu alergi terhadap kinerja Pengadilan.

Tampaknya majelis hakim pada tingkat kasasi kurang teliti dan bahkan tidak sungguh-sungguh mempertimbangkan perbuatan melawan hukum yang telah di lakukan oleh para anggota DPRD Sumbar tersebut ketika menjatuhkan putusan bebas kepada para terdakwa tersebut, sebaliknya hakim ada tingakt kasasi harus mempelajari kembali secara detil putusan pengadilan di bawahnya baik Pengadilan Negeri Padang maupun Pengadilan Tinggi Padang tanpa adanya “kekuasaan politik hukum” dari pihak manapun juga.
  1. Berdasarkan sebuah undang-undang yang menjamin HAM
Analisis : Negara hanya dapat disebut negara hukum apabila hukum yang diikutinya adalah hukum yang baik dan adil. Artinya, hukum sendiri secara moral harus dapat dipertanggungjawabkan. Dan itu berarti bahwa hukum harus sesuai dengan paham keadilan masyarakat dan menjamin hak-hak azasi manusia. Kesesuaian penggunaan kekuasaan negara dengan hukum yang berlaku merupakan syarat perlu, tetapi belum tentu syarat yang mencukupi agar kita dapat bicara tentang negara hukum. Penguasa dapat menciptakan hukum sendiri, sesuai dengan kepentingan-kepentingannya. Maka di bawah topeng legalitas kesewenangan kekuasaan dapat merajalela dengan bebas. Adilnya hukum dan jaminan terhadap hak-hak azasi manusia merupakan bagian integral negara hukum.
Contoh (kasus) : seorang nenek berumur 55 Tahun yang bernama Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA)  adalah hal yang biasa saja. Kasus nenek Minah sontak mencidrai  rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan dengan hukum dan dijatuhi hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh nenek Minah sangat tidak berbanding dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya perkara-perkara kecil seperti ini tidak sampai ke pengadilan dan cukup diselesaikan bawah, tetapi hukum berkata lain. Substansi hukum tidak lagi mencerminkan keadilan ditengah masyarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai yang hidup ditengah masyarakat.
  1. Menuntut pembagian kekuasaan
Analisis : Seperti yang telah kita lihat, pembagian kekuasaan bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan dalam satu tangan. Apabila fungsi-fungsi kekuasan negara dibagi atas beberapa pihak (trias politica), diharapkan dapat tercipta suatu keseimbangan kekuasaan yang menjamin agar fungsi-fungsi itu dijalankan secara optimal, tetapi sekaligus mencegah bahwa eksekutif mengambil oper fungsi-fungsi kekuasaan lainnya.
Contoh (fakta) : Indonesia menganut sistem trias politika tetapi tidak murni karena lembaga eksekutif kita tidak hanya semata-mata sebagai pelaksana UU saja, dalam UUD RI 1945 pasal 5 menyatakan Presiden berhak mengajukan undang-undang, namun kekuasaan pembentuk UU ada pada lembaga DPR dan dikaitkan dengan ajaran trias politika murni seharusnya Presiden tidak dapat mencampuri dalam hal pembuatan UU, karena walaupun dalam UUD RI 1945 dimungkinkan presiden untuk mengajukan UU, juga Presiden dapat membuat Perpu yang nantinya akan menjadi UU apabila DPR menyetujuinya sebagai UU, dan jika tidak maka Perpu tersebut harus dicabut.
c.       KONSEP INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum. Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut.
1.      Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Analisis : maksudnya adalah bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berada dibawah aturan hukum yang berlaku, dan hukum tersebut telah dibuat berdasarkan keputusan bersama yang melibatkan pemerintahan dan masyarakat. Hukum adalah yang tertinggi di Negara Indonesia, semua warga Negara Indonesia harus tunduk pada hukum, bukan pada kekuasaan belaka.
Contoh (kasus) : PN Jakpus pada 3 Mei 2010 memvonis bebas Chairul Saleh seorang pemulung yang dituduh memiliki ganja seberat 1,6 gram. Pria 38 tahun ini dipaksa mengakui memiliki ganja oleh sejumlah oknum polisi ini. Orang nomor 1 di tubuh Polri waktu itu, Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri pun turun tangan untuk menindaklanjuti kasus dugaan rekayasa ini. Dia langsung menelpon Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono untuk meminta kepastian adanya rekayasa tersebut. Dalam sidang disiplin Propam Polres Jakpus menjatuhkan hukuman kepada 4 polisi yang terlibat dalam rekayasa kasus kepemilikan ganja terhadap pemulung Chairul Saleh ini. Kanit Narkoba Polsek Kemayoran Aiptu Suyanto didemosi sedangkan penyidik Brigadir Rusli ditunda kenaikan pangkatnya selama 1 tahun.  Kemudian Aiptu Ahmad Riyanto ditunda kenaikan pangkat selama satu tahun, serta dimutasi secara demosi. Dan untuk Brigadir Dicky ditempatkan ke tempat khusus selama 7 hari.
2.      Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia memakai sistem Rechsstaat yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental. Konsepsi negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil, yang dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada Bab XIV tentang Perekonomian Negara dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 dan 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Analisis : Sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan atas system konstitusi, yaitu berdasarkan hukum yang berlaku. Dalam artian memiliki batasan-batasan tertentu. Hal itu bertujuan agar tidak terjadi kekuasaan semena-mena yang akhirnya akan merugikan pihak-pihak tertentu.
Contoh (kasus) : Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam kasus pengesahan Undang-undang BPJS dua minggu lalu, benar-benar terkesan tidak serius dan tidak mengedepankan kehati-hatian. Kualitas produk perundang-undangan yang telah disahkan banyak dipertanyakan karena seringkali kepentingan pragmatis lebih kuat pengaruhnya daripada kepentingan penguatan sistem konstitusional itu sendiri.
Krisis konstitusi yang tercermin dalam produk perundang-undangan itu bisa dilihat dari hilangnya ayat-ayat krusial, substansi pasal-pasal yang jauh dari pembelaan terhadap kepentingan publik, dan yang baru lalu belum selesai draft dirumuskan tetapi langsung disahkan menjadi undang-undang. Yang terakhir lebih merupakan pelecehan terhadap sistem konstitusional republik ini.
Secara rinci bisa dilihat, detil dari tindakan “abusive” dalam sistem konstitusional dalam catatan di bawah ini,
Kasus Ayat Tembakau.  Penghilangan Ayat (2) Pasal 113 UU Kesehatan yang berbunyi, “Zat adiktif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya”.
Ayat itu hilang begitu saja saat pengesahan UU dalam  Rapat Paripurna DPR tertanggal 14 September 2009. Padahal, ada tiga ayat dalam pasal 113 yang disahkan dalam paripurna komisi DPR. Namun, ketika UU itu dikirim ke Presiden, barulah diketahui ternyata ada satu ayat yang dihilangkan. Sampai sekarang persoalan ini, tidak ada yang bersuara untuk menyuarakan sebagai skandal. Banyak pihak berpura-pura diam, melihat persoalan ini seperti bukan hal serius, entah karena kenyang suap atau memang hanya bodoh.

d.      POLITIK HUKUM INDONESIA
Dilihat dari perubahan masyarakat karena pengaruh hukum, maka kajian ini sudah menyentuh sudut pandang Politik Hukum Nasional. Menurut Bellefroid politik hukum adalah suatu disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang cara bagaimana merubah ius constitutum menjadi ius constituendum, atau menciptakan hukum baru untuk mencapai tujuan mereka. Selanjutnya kegiatan politik hukum meliputi mengganti hukum dan menciptakan hukum baru karena adanya kepentingan yang mendasar untuk dilakukan perubahan sosial dengan membuat suatu regeling (peraturan) bukan beschiking (penetapan).
Analisis : jadi politik hukum digunakan apabila ada kepentingan yang mendasar sehingga hukum tersebut harus dirubah atau diperbarui guna untuk mencapai tujuan bersama.
Contoh (kasus) :
Hukuman Mati
Kontroversi hukuman mati sudah sejak lama ada di hampir seluruh masyarakat dan negara di dunia. Indonesia pun tak luput dari kontroversi ini. Sampai hari ini pihak yang pro hukuman mati dan yang kontra hukuman mati masih bersilang sengketa. Masing-masing datang dengan rasional dan tumpukan bukti yang berseberangan, dan dalam banyak hal seperti mewakili kebenaran itu sendiri.

Seyogianya kontroversi itu berakhir ketika UUD 1945 mengalami serangkaian perubahan. Dalam konteks hukuman mati kita sesungguhnya bicara tentang hak-hak asasi manusia yang dalam UUD 1945 setelah perubahan masuk dalam Bab XA. Pasal 28A dengan eksplisit mengatakan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945.
Hak untuk hidup ini adalah puncak hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.

Dalam kajian politik hukum dengan sendirinya akan memperhatikan fungsi hukum, seperti yang disebutkan oleh Roscou Pond:
1.      Law as a tool of social control, yaitu hukum sebagai alat pengendali masyarakat. Artinya hukum berfungsi sebagai penjaga tata tertib masyarakat.  Apabila ada yang melanggar akan dikenai sanksi sebagai wujud dari fungsi kontrol sosialnya. Dalam hal ini hukum berposisi di belakang masyarakat.
Analisis : Jadi dengan adanya hukum dan sanksi/hukuman yang diterima apabila dilanggar, masyarakat lebih berhati-hati dalam bertingkah laku. Sehingga kemudian terciptalah masyarakat yang aman dan sejahtera.
Contoh : misalnya dalam peraturan lalu lintas, yang mana penduduk telah mengetahui peraturan lalu lintas tersebut yakni wajib memakai helm, memasang spion, memiliki SIM, dll. Apabila peraturan tersebut dilanggar, maka akan ada sanksi dari aparat keamanan (kepolisian) sehingga penduduk tergerak untuk mematuhi peraturan tersebut.

2.       Law as a tool of social engineering, yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Dalam hal ini hukum berposisi berada didepan masyarakat, hukum membawa dan menggerakkan masyarakat untuk berubah dan bergerak kearah yang telah ditentukan.
Analisis : disini maksudnya adalah hukum berperan sebagai alat untuk merubah masyarakat yang sebelumnya pernah melanggar hukum ataupun bisa juga belajar dari kasus-kasus hukum yang melibatkan orang lain.
Contoh : misalnya seorang narapidana kasus narkoba, ia dihukum 5 tahun penjara. Sehingga pada saat ia bebas, ia telah kapok dan banyak merenungi kesalahannya. Sehingga untuk kedepannya ia bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Dalam politik hukum ada salah satu fungsi hukum yang menonjol, yaitu sebagai law as a tool of social engineering. Artinya hukum sebagai produk politik hukum akan menjadi sangat berpengaruh dalam perubahan masyarakat, sebab melalui hukum tersebut masyarakat berubah secara menyeluruh pola perilakunya untuk menyesuaikan dengan ketentuan hukum yang diberlakukan. 

e.       Hubungan Negara Hukum dengan Demokrasi
Hubungan antara negara hukum dengan demokrasi dapat dinyatakan bahwa negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara hukum belum tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara demokrasi. Franz Magnis Suseno (1997) menyatakan adanya 5 gugus ciri hakiki dari negara demokrasi. Kelima ciri negara demokrasi tersebut adalah :
1. Negara hukum
adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Contoh (kasus) : Kini, masyarakat tidak perlu takut kehilangan kendarannya diparkiran. Kalau hilang, gugat pengelola parkir ke pengadilan. Sebab, salah satu hakim agung Andi Samsan Nganro memenangkan perkara mobil hilang di tempat parkir, saat dia menjadi hakim di PN Jakpus.
"Klausul-klausul baku dalam karcis parkir adalah perjanjian yang berat sebelah alias sepihak. Perjanjian semacam itu adalah batal demi hukum," kata Andi dalam amar putusannya.

2.      Pemerintah di bawah control nyata masyarakat
Dalam setiap peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah, aspek peran serta atau keterlibatan masyarakat pastilah ada dan menjadi bagian yang selalu tidak terpisahkan dari seluruh peraturan tersebut. Pemerintahan Negara yang menerapkan manajemen tertutup (close management), penyelenggaraan Negara yang terlepas dari control social dan control politik suprastruktur dan infrastruktur politik, serta ideology pembangunanisme yang tidak berbasis pada ekonomi kerakyatan, berimplikasi luas pada praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di dalam tubuh pemerintahan. Oleh karenanya, upaya untuk memerangi KKN tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya peran aktif masyarakat.
Contoh (kasus) :
TEMPO Interaktif, Jakarta --Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menuding Departemen Dalam Negeri telah semena-mena dalam melakukan pengosongan rumah dinas IPDN Cilandak, Jakarta Selatan. Padahal, menurut Nurkholis, saat ini telah ada PP yang mampu memfasilitasi pemecahan persoalan tersebut, yaitu PP nomor 40 tahun 1994 yang telah dirubah menjadi PP no. 31 tahun 2005 mengenai Rumah Negara. Di sana diatur mekanisme yang membolehkan rumah golongan III untuk dibeli oleh penghuninya, sedangkan rumah dinas golongan I dan II tidak dapat.

3.      Pemilihan umum yang bebas
Negara Indonesia adalah Negara yang berdaulat dengan kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Oleh karenanya rakyatah yang pada dasarnya menentukan arah bangsa ini melalui media-media demokratis yang tersedia. Pemilihan langsung presiden melalui tahapan pemilu, dimana masyarakat bebas untuk menyalurkan suaranya kepada calon yang menurut mereka dapat mempresentasikan harapan dan keinginan mereka atau sama sekali tidak memberikan suaranya adalah merupakan bukti konkret suatu karakter demokrasi yang secara kontinyu terbangun di Negara ini.
Contoh (kasus) : Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyampaikan somasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait temuan 3.750.231 jiwa pemilih ganda dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Menurut Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi, Habiburakhman, temuan Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pemenangan Pemilu Nasional (BAPPNAS) Gerindra, mencatat pemilih kebanyakan memiliki dua atau tiga, bahkan lima Nomor Induk Kependudukan (NIK).Dijelaskannya, temuan pemilih yang memiliki NIK ganda ini, tersebar di 17 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dia pun mencontohkan, nama pemilih ber-NIK lebih dari satu yakni, Aliansyah kelahiran 7 Oktober 1973 dari Kabupaten Tanahlaut memiliki dua DPT, dan Suharman kelahiran 7 April 1986, asal Bandarlampung Kota, memiliki tiga DPT.Lebih lanjut, dia menyampaikan temuan yang setara dengan 64 kursi Ghost Voter ini, sebuah partai politik pada Pemilu 2014 bisa mendapatkan 10 persen suara dan otomatis bisa saja menjadi pemenang.

4.      Prinsip mayoritas
Prinsip mayoritas adalah pengambilan keputusan oleh badan perwakilan rakyat yang dilakukan secara kompromi, kesepakatan dan musyawarah. Dalam demokrasi suara mayoritas mempunyai kesempatan besar dapat memimpin jalannya pemerintahan. Pemerintah mayoritas (rule of majority) adalah pemerintahan demokrasi, yang pemerintahannya mendapat dukungan dari mayoritas rakyat.

Contoh (kasus) : RUU Pilpres, Baleg didesak segera ambil keputusan

Sindonews.com - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengambilan keputusan mengenai Undang-Undang 42 Nomor tahun 2008. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Baleg DPR harus segera mengambil keputusan, apakah RUU Pilpres mau direvisi atau tidak?eperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) kembali menunda pengambilan keputusan mengenai revisi Undang-Undang Pemilu Presiden (Pilpres) apakah akan dilanjutkan atau tidak. Ketua Baleg Ignatius Mulyono mengatakan, hingga kini masih ada lima fraksi yang menolak revisi UU Pilpres Nomor 42 tahun 2008 dilanjutkan. Kelimanya adalah Fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sementara, mereka yang setuju dilakukan revisi adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura.Kendati demikian, ia menyampaikan komposisi yang menerima dan menolak pembahasan revisi undang-undang ini masih bisa berubah tergantung keputusan masing-masing fraksi. Ignatius berharap pengambilan keputusan mengenai revisi UU Pilpres ini bisa diselesaikan di Baleg tanpa dibawa ke rapat paripurna.


5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis
Berdasarkan perkembangannya, tumbuhnya negara hukum, baik formal maupun materiil bermula dari gagasan demokrasi konstitusional, yaitu negara demokrasi yang berdasarkan atas konstitusi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama pula.
Contoh : demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang ruhnya berasal dari kultul dan adat istiadat masyarakat Indonesia sendiri yang jelas sangat berbeda dengan demokrasi Barat. Demokrasi sebenarnya juga diajarkan dan dipraktekan oleh Nabi Muhammad ketika berhasil membangun sebuah negara dan konstitusi Madinah. Namun sangat disayangkan pada konteks sekarang di dunia Islam demokrasi kembali diperdebatkan keabsahannya.
f.        HAKIKAT HAM
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a.       HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
Analisis : HAM tidaklah sesuatu yang diberikan ataupun diwariskan, HAM sudah menjadi milik manusia itu sendiri sejak ia baru lahir ke dunia. Dan itu tetap ia miliki sampai ia meninggal dunia.
Contoh : Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri. Kasus ini tentunya sudah melanggar dan merampas HAM orang lain (Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya).
b.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
Analisis : HAM tidak pilih-pilih, HAM berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi. Mau kaya, miskin. Cantik, jelek. Perempuan, laki-laki. Tetap memiliki HAM yang sama.
Contoh (kasus) : 16 Juli 2012, Andika Pratama, bocah berusia 1,5 tahun yang menderita tumor ganas pada bagian pangkal hidung ditolak rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Pihak RS Wahidin Sudirohusodo beralasan, kartu kepemilikan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Andika berasal dari Kota Palu, Sulawesi Tengah. Sedangkan RS Wahidin berada di Sulawesi Selatan.
c.       HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
Analisis : karna sejatinya HAM tidak hanya lahir dari suatu Negara, tetapi HAM adalah bawaan manusia itu sendiri. HAM adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Maka tidak seorangpun dapat melanggarnya, jika suatu Negara tidak membuat hukum yang melindungi atau melanggar HAM, maka hukum tersebut pasti ada pada setiap agama/keyakinan yang kita anut.
Contoh (kasus) : Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti. Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak peluru tajam oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
g.      SEJARAH PERKEMBANGAN HAM
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada hakikatnya, Hak Asasi Manusia terdiri atas empat hak dasar yang paling pokok, ialah hak hidup, hak memiliki sesuatu, hak bahagia/sejahtera, dan hak bebas/merdeka. Dari empat hak dasar inilah lahir hak asasi lainnya atau tanpa empat hak dasar ini,
Secarah historis rumusan konseptual HAM telah muncul dari beberapa doktrin hukum alam, khususnya ajaran Thomas van Aquinas, Hogo de groot. Ajaran-ajaran mereka itu, kemudian disusul oleh lahirnya Magna Charta, petisi hak asasi manusia dan undang-undang HAM inggris.
Sejak ditandatanganinya Magna Charta di Inggris, perkembangan perjuangan hak asasi manusia selanjutnya dilakukan melalui berbagai petisi, deklarasi lainnya. PBB membentuk Komisi Hak-Hak Asasi Manusia. Komisi tersebut berhasil merumuskan naskah pengakuan hak-hak asasi manusia yang dikenal dengan Deklarasi HAM (Universal Declaration of Human Rights). Melalui sidangnya, naskah ini diterima dan disetujui oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
h.      HAM DI INDONESIA
HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya bahwa HAM adalah menjadi jaminan filsafat yang kuat dari filsafat bangsa. Beberapa instrument HAM yang ada di Indonesia antara lain yaitu Undang - Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM . HAM dapat meliputi Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak. Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya. Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality). Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan. Dan hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
Namun seperti kita ketahui bersama, pelaksanaannya masih sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh semua rakyat Indonesia, masih banyak terjadi pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi di negeri kita ini baik itu atas nama negara atau institusi tertentu .Namun apakah disengaja ataupun tidak , negara (dalam hal ini yaitu Komnas HAM) sepertinya sangat lamban untuk mengungkap dan mengupas secara detail kasus – kasus pelanggaran HAM yang terjadi baik itu kasus yang disorot media ataupun yang tidak terlalu disorot . Apalago disaat Orde baru berkuasa , terlalu banyak kasus – kasus pelanggaran HAM yang belum bisa terungkap dan tertutupi awal tebal oleh konspirasi pihak elite kekuasaan pada saat itu dan diterusakan saat ini . Dimulai sejak Soeharto menjabat sebagai presiden sampai Soeharto lengser dalam peristiwa Mei 1998 oleh para Mahasiswa banyak sekali peristiwa – peristiwa atau kasus – kasus dilakukan pemerintah yang sangat melanggar HAM, beberapa contoh peristiwa atau kejadian dari pelanggaran HAM yang dilakukan yaitu pada tahun 1965 dimana Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat dan Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Lalu dilanjutkan pada tahun 1966, pada tahun ini terjadi penangkapan dan pembunuhan tanpa pengadilan  terhadap anggota – anggota PKI yang masih terus berlagsung . Hal ini sangat melanggar HAM, namun mengaa pemerintah seperti tidak tahu - menahu tentang hal tersebut, munkin pada saat itu ada konfrontasi besar yang ingin dilakukan oleh Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya, terbukti dengan konfrontasi itu Soeharto dapat memimpin Indonesia selama 36 tahun lamanya, mungkin bila ada pemilihan siapa politikus paling pintar di Indonesia atau bahkan di Asia, Soeharto lah orangnya, karena dia seolah memimpin Indonesia tanpa cacat di mata dunia. Benar memang asa hukum retroaktif tidak dapat diterapkan, namun ini menyangkut kemashlahatan masyarakat kita sendiri, terlebih untuk keluarga – keluarga atau keturunan dari korban – korban dari pelanggaran HAM tersebut agar supaya mereka mendapatkan haknya yang direnngut pemerintah kembali. Kembali ke masalah HAM di Indonesia, mengapa pelanggaran HAM di Indonesia masih saja terjadi dari tahun ke tahun dan juga sampai saat ini masih sering terjadi pelanggaran HAM itu, apakah pemerintah terlalu tegas menindak oknum atau institusi yang menentang kekuasaannya ataukah memang masyarakat kita yang terlalu anarkis sehingga pemerintah terpaksa melakukan tindakan progresif untuk mengendalikannya. Mungkin semua itu dapat kita kendalikan jika tidak ada tindakan – tindakan atau kebijakan – kebijakan dari pemerintah yang memberatkan rakyat, karena biasanya rakyat bertindak dikarenakan hal tersebut. Tidak akan ada suatu masyarakat menyerang atau menuntut ke pemerintahannya jika tidak ada hal dasar yang melatarbelakanginya.
Lalu bagaimana cara untuk menekan pelanggaran HAM yang terjadi selama ini, mungkin salah satunya dengan cara lebih mensaktikan lagi lembaga khusus Hak Asasi Manusia yang dimiliki pemerintah yaitu KOMNASHAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), karena selama ini KOMNASHAM hanya dapat memegang suatu kasus pelanggaran HAM sampai batas pengaduan kasus, penyelidikan kasus, tanpa bias menghakimi siapa oknum – oknum yang terlibat dalam kasus itu, alangkah baiknya jika KOMNASHAM diberi wewenang untuk melaksanakan tindakan penghukuman atas oknum yang terlibat dalam kasus tersebut. Memang akan butuh dana, butuh tenaga ahli untuk melaksanakannya, namun bukankah rakyat Indonesia ini lebih dari cukup untuk melaksanakan tugas itu, saya yakin bahwa rakyat Indonesia mampu untuk itu. Dan memang butuh proses panjang untuk melaksanakan hal itu, butuh waktu yang mungkin lama untuk merekrut ahli – ahli hokum diseluruh Indonesia ini yang berkomitmen untuk mengamankan, mensejahterakan  dan memajukan bangsa ini dibidang Hak Asasi Manusia, butuh pejuang – pejuang HAM layaknya Moenir. Perlu adanya Moenir Moenir baru untuk bangsa kita ini. Dan sebagai mahasiswa yang dalam konotasinya adalah penyambung lidah – lidah rakyat, jangan sekali – kali mengenal kata menyerah untuk memperjuangkan Hak – hak kita dan orang – orang yang ada disekitar kita, agar kehidupan kita didunia ini lebih bermanfaat.
Contoh (kasus) :
1.      Kasus BLBI
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia telah menganalisis kasus BLBI. Kesimpulannya, pertama, kasus BLBI sarat muatan korupsi. Kedua, KPK dapat mengambil alih kasus BLBI dari Kejagung. Kasus BLBI, terutama pasca-Inpres No 8/2002, merupakan tindak pidana korupsi karena unsur melawan hukum, memperkaya diri atau orang lain atau korporasi, dan kerugian negara telah dipenuhi. Penyelesaian di luar pengadilan juga tidak membuahkan hasil signifikan bagi kepentingan negara. Selain itu, tidak ada iktikad baik dari penerima BLBI, antara lain nilai jaminan jauh lebih rendah dari nilai kewajiban yang seharusnya diselesaikan kepada negara dan tidak kooperatif terhadap pemanggilan Kejagung. KPK dapat mengambil alih dalam rangka supervisi (Pasal 9 juncto Pasal  dan merujuk Pasal 68 UU No 30/2002 tentang KPK. Tidak ada alasan bahwa KPK tidak dapat mengambil alih kasus BLBI karena hukum acara pidana Indonesia (Pasal 284 Ayat 1 KUHAP) tegas tidak mengakui asas nonretroaktif sepanjang terkait dengan kewenangan menyidik dan menuntut perkara sebelum KUHAP terbentuk. Asas itu diakui dalam proses kriminalisasi suatu perbuatan menjadi tindak pidana vide Pasal 1 Ayat (1) KUHP. Wewenang KPK mengambil alih perkara korupsi yang belum selesai penanganannya tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Perubahannya karena Pasal 28 I UUD 1945 dan Perubahannya tidak melarang wewenang retroaktif KPK. Jika ada pendapat KPK tidak dapat mengambil alih kasus BLBI, jelas mereka tidak memahami sejarah hukum pidana Indonesia sampai KUHAP diundangkan tahun 1981. Jika asas nonretroaktif diterapkan pada masalah wewenang, akan terjadi stagnasi pemerintahan dan kinerja penegakan hukum dari satu periode ke periode lain.
i.        HAM DAN DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Contoh : Pemilu, pemilihan ketua MPR, rapat anggota DPR, dsb.
Analisis : Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, Hak Asasi Manusia akan terwujud dan dijamin oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara mampu manjamin tegaknya Hak Asasi Manusia. Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Jelas bahwa Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945). Dengan demikian HAM pula harus diatur degan hukum. Jadi hukum yang digunakan sebagai instrumen dalam penegakan HAM yang digunakan sebagai ukuran bagaimana demokrasi dilaksanakan. Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Sesuai dengan konsep HAM yakni penghormatan sebagai insan manusia, dalam suatu Negara warga Negara adalah individu manusia yang memiliki hak. Hak itu termasuk hak didengarkan suaranya melalui DPR. Jadi perasaan keadilan masyarakat didengarkan dan prinsip demokrasi menjembatani dan sebagai wadah untuk itu.
Contoh (kasus) :
Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.

j.       PASAL-PASAL DALAM UUD 1945 YANG MENGATUR TENTANG HAM
1) Pasal 27 UUD 1945, berbunyi:
(1) “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib   menjungjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak ada kecualinya”.
(2)Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”

2) Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
3) Pasal 28 A         
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
4) Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
5) Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
6) Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
(2) Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalm pemerintahan
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
7) Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
8) Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
9) Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindung diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
10) Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3) Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.
11) Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas dasar apaun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
12) Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menajlan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrastis.
13) Pasal 29
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk berinadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
14) Pasal 30 ayat (1)
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
15) Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
16) Pasal 32 AYAT (1)
(1) Negara mamajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
17)  Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagi usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
18)  Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave your comment, please :)

 

Blog Template by BloggerCandy.com