NEGARA HUKUM DAN HAM
a.
Hakikat Negara Hukum
Negara Hukum adalah negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya
pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apa pun harus
dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara
hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum
(supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum
(Mustafa Kamal Pasha, 2003).
Analisis :
Jadi suatu Negara yang dapat dikategorikan sebagai Negara Hukum adalah Negara
yang pemerintahannya diatur dan didasarkan pada hukum-hukum yang berlaku. Bukan
kekuasaan belaka, serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang
berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara
hukum. Dan apabila hukum tersebut dilanggar, maka aka nada sanksi dan hukuman
setimpal bagi yang melanggar.
Contoh (kasus) : Contoh kasus hukum di Indonesia yang paling heboh dan menyita perhatian
media dan masyarakat luas adalah kasus hukum prita mulyasari. Prita mulyasari
telah didakwa melakukan peencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Alam
Sutera di Tangerang. Pengadilan Negeri Tangerang sempat memutus bebas Prita
Mulyasari, namun oleh Mahkamah Agung Prita Mulyasari divonis hukuman selama
enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun.
Tambahan : Negara berdasar atas hukum
menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme) sehingga ada istilah
supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh mengabaikan tiga ide dasar
hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian (Achmad Ali,2002). Apabila
Negara berdasar atas hukum, pemerintahan Negara itu juga harus berdasar atas
suatu konstitusi atau undang-undang dasar sebagai landasan penyelenggaraan
pemerintahan. Konstitusi dalam negara hukum adalah konstitusi yang bercirikan
gagasan kostitusionalisme yaitu adanya pembatasan atas kekuasaan dan jaminan
hak dasar warga negara.
b.
Ciri-ciri Negara Hukum
- Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku
Analisis :
Kekuasaan dalam
negara dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku dan dengan cara yang
telah ditentukan dalam hukum itu. Dalam negara hukum tidaklah cukup bahwa
instansi negara, misalnya pemerintah atau seorang menteri, berpendapat bahwa
suatu tindakan perlu diambil demi kepentingan umum, melainkan tindakan itu
hanya boleh diambil apabila tidak bertentangan dengan undang-undang.
Contoh
(kasus) : Korupsi Dana Bansos, Hakim Setyabudi Dituntut 16
Tahun Bui
BANDUNG
- Terdakwa kasus suap sidang bansos Kota Bandung, Setyabudi Tedjocahyono,
dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider satu tahun penjara.
Setyabudi, yang juga pengadil kasus bansos sekaligus Wakil PN Bandung, dinilai terbukti bersalah menerima suap JPU dari KPK, Risma Ansyari, mengatakan, Setyabudi secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjuta. Atas hal tersebut, Setyabudi dinilai melanggar tiga pasal dakwaan primer yakni pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat 1 hurup a dan Pasal 12 hurup a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setyabudi, yang juga pengadil kasus bansos sekaligus Wakil PN Bandung, dinilai terbukti bersalah menerima suap JPU dari KPK, Risma Ansyari, mengatakan, Setyabudi secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjuta. Atas hal tersebut, Setyabudi dinilai melanggar tiga pasal dakwaan primer yakni pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat 1 hurup a dan Pasal 12 hurup a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2.
Kegiatan negara berada dibawah
kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif
Analisis :
Yang mengontrol
pelaksanaan fungsi-fungsi alat-alat negara selain lembaga kontrol yang
diciptakan khusus untuk tujuan itu berdasarkan undang-undang dasar, adalah
masyarakat. Negara dan pemerintah dapat ditantang di hadapan pengadilan dan
terhadap putusan hakim peringkat pertama orang berhak naik banding ke peringkat
berikut. Terhadap tindakan negara yang dianggap tidak berdasarkan hukum warga
masyarakat dapat minta perintah penghentian tindakan dari seorang hakim. Apabila
negara dapat membuktikan legalitas tindakannya, yang mau diambil kepada hakim,
tindakan itu boleh diambil. Kepentingan umum tidak merupakan alasan untuk
menganggap sepi hukum yang berlaku (itu bukan hanya tuntutan keadilan,
melainkan kepentingan umum sendiri: masyarakat jauh lebih berkepentingan agar
penguasa selalu bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku, dari pada agar
tindakan khusus tertentu terlaksana dengan cepat). Yang menetukan ciri negara
sebagai negara hukum ialah bahwa kontrol itu nyata-nyata terlaksana, jadi bahwa
negara betul-betul tunduk kepada putusan pengadilan dan sungguh-sungguh
melaksanakannya.
Contoh (kasus) :
1. Kasus
Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Sumatera Barat yaitu Korupsi Anggota DPRD
Sumbar periode 1999 s/d 2004 senilai 5,9 Milyar tahun 2002.
Bahwa
Mahkamah Agung (MA) Mengabulkan permohonan Kasasi 10 anggota DPRD Propinsi
Sumatera Barat (Sumbar) periode 1999-2004 tersebut sehingga menyebabkan
munculnya berbagai reaksi dari masyarakat atas putusan Mahkamah Agung (MA)
tersebut, sehingga ada yang berucap putusan tersebut aneh serta tidak masuk
akal sebab bagaimana mungkin perbuatan yang jelas-jelas terbukti tindak pidana
korupsi bukan merupakan perbuatan melawan hukum materil.
Bagaimana
tidak Pengadilan Negeri Padang telah memutuskan perkara tersebut kepada
terdakwa dengan hukuman 3 (tiga) tahun 3 (tiga) bulan dan putusan Pengadilan
Tinggi Padang bertambah menjadi 5 (lima) tahun 5 (lima) bulan namun atas
putusan tersebut para terdakwa mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dan dari 43
orang mantan anggota DPRD Sumbar maka 33 orang di tolak kasasinya berdasarkan
putusan Mahkamah Agung sedangkan 10 orang lainnya kasasinya di terima Mahkamah
Agung yang kemudian dinyatakan bebas dari seluruh dakwaan atau bebas dari
hukuman yang dijatuhkan.
Keluarnya
putusan bebas kasasi di Mahkamah Agung dalam perkara korupsi terhadap 10 orang
anggota DPRD tersebut tentu bukan kali ini saja bahkan Kasasi MA juga
membebaskan Akbar Tandjung atas kasus dana Nonbudgeter Buloq sebesar Rp 40 Milyar,
Putusan bebas Kasasi MA atas korupsi dana non budgeter bolog dianggap sebagai
tragedi yang menyedihkan dalam penegakan hukum.
Ilmu
hukum mengatakan bahwa setiap putusan hakim harus di anggap benar dan di
hormati (res judicata pro varitate habetur) itulah postulat dasar
dalam ilmu hukum, padahal kita tahu bahwa dalam kasus korupsi mantan anggota
DPRD Sumbar periode 1999 s/d 2004 sebanyak 43 orang telah dinyatakan bersalah
dan dijatuhi hukuman penjara serta denda.
Putusan
bebas tanggal 12 Februari 2004 tersebut di nilai oleh sebagian massyarakat
bertentangan dengan rasa keadilan, menurut Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN)
J.E SAHETAPY : ada kesan seolah-olah putusan kasasi sedang “mengembara” dengan
kajian Legalistik positivistik tanpa menyadari atau mempertimbangkan
lebih lanjut apa yang dinamakan Sense Of Justice.
Pernyataan
tersebut di sampaikan oleh J.E SAHETAPY melalui sebuah artikel yang berjudul “Dari
Hulu Sampai Hilir” artinya akibat dari putusan bebas itu sebagian
masyarakat akar rumput mengangam sebagai keputusan yang “hambar” selain
itu hakim pada tingkat kasasi di anggap seperti tidak menyadari bagaimana
masyarakat akar rumput begitu alergi terhadap kinerja Pengadilan.
Tampaknya
majelis hakim pada tingkat kasasi kurang teliti dan bahkan tidak
sungguh-sungguh mempertimbangkan perbuatan melawan hukum yang telah di lakukan
oleh para anggota DPRD Sumbar tersebut ketika menjatuhkan putusan bebas kepada
para terdakwa tersebut, sebaliknya hakim ada tingakt kasasi harus mempelajari
kembali secara detil putusan pengadilan di bawahnya baik Pengadilan Negeri
Padang maupun Pengadilan Tinggi Padang tanpa adanya “kekuasaan politik
hukum” dari pihak manapun juga.
- Berdasarkan sebuah undang-undang yang menjamin HAM
Analisis :
Negara hanya dapat
disebut negara hukum apabila hukum yang diikutinya adalah hukum yang baik dan
adil. Artinya, hukum sendiri secara moral harus dapat dipertanggungjawabkan.
Dan itu berarti bahwa hukum harus sesuai dengan paham keadilan masyarakat dan
menjamin hak-hak azasi manusia. Kesesuaian penggunaan kekuasaan negara dengan
hukum yang berlaku merupakan syarat perlu, tetapi belum tentu syarat yang
mencukupi agar kita dapat bicara tentang negara hukum. Penguasa dapat
menciptakan hukum sendiri, sesuai dengan kepentingan-kepentingannya. Maka di
bawah topeng legalitas kesewenangan kekuasaan dapat merajalela dengan bebas.
Adilnya hukum dan jaminan terhadap hak-hak azasi manusia merupakan bagian
integral negara hukum.
Contoh (kasus) : seorang nenek berumur 55 Tahun yang bernama
Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka perbuatan isengnya
memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA) adalah hal yang biasa saja. Kasus nenek Minah
sontak mencidrai rasa keadilan di tengah
masyarakat, sebab nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan
dengan hukum dan dijatuhi hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh
nenek Minah sangat tidak berbanding dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya
perkara-perkara kecil seperti ini tidak sampai ke pengadilan dan cukup
diselesaikan bawah, tetapi hukum berkata lain. Substansi hukum tidak lagi
mencerminkan keadilan ditengah masyarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai
yang hidup ditengah masyarakat.
- Menuntut pembagian kekuasaan
Analisis : Seperti yang telah kita lihat,
pembagian kekuasaan bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan dalam satu
tangan. Apabila fungsi-fungsi kekuasan negara dibagi atas beberapa pihak (trias
politica), diharapkan dapat tercipta suatu keseimbangan kekuasaan yang menjamin
agar fungsi-fungsi itu dijalankan secara optimal, tetapi sekaligus mencegah
bahwa eksekutif mengambil oper fungsi-fungsi kekuasaan lainnya.
Contoh
(fakta) : Indonesia menganut sistem trias politika tetapi tidak murni
karena lembaga eksekutif kita tidak hanya semata-mata sebagai pelaksana UU
saja, dalam UUD RI 1945 pasal 5 menyatakan Presiden berhak mengajukan undang-undang,
namun kekuasaan pembentuk UU ada pada lembaga DPR dan dikaitkan dengan ajaran
trias politika murni seharusnya Presiden tidak dapat mencampuri dalam hal
pembuatan UU, karena walaupun dalam UUD RI 1945 dimungkinkan presiden untuk
mengajukan UU, juga Presiden dapat membuat Perpu yang nantinya akan menjadi UU
apabila DPR menyetujuinya sebagai UU, dan jika tidak maka Perpu tersebut harus
dicabut.
c.
KONSEP INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan
bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke
dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta
menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara
hukum. Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian
Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai
berikut.
1.
Indonesia
adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara Indonesia berdasar
atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Analisis : maksudnya adalah bahwa
Negara Indonesia adalah Negara yang berada dibawah aturan hukum yang berlaku,
dan hukum tersebut telah dibuat berdasarkan keputusan bersama yang melibatkan
pemerintahan dan masyarakat. Hukum adalah yang tertinggi di Negara Indonesia,
semua warga Negara Indonesia harus tunduk pada hukum, bukan pada kekuasaan
belaka.
Contoh (kasus) : PN Jakpus
pada 3 Mei 2010 memvonis bebas Chairul Saleh seorang pemulung yang dituduh
memiliki ganja seberat 1,6 gram. Pria 38 tahun ini dipaksa mengakui memiliki
ganja oleh sejumlah oknum polisi ini. Orang nomor 1 di tubuh Polri waktu itu,
Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri pun turun tangan untuk menindaklanjuti
kasus dugaan rekayasa ini. Dia langsung menelpon Kapolda Metro Jaya Irjen
Wahyono untuk meminta kepastian adanya rekayasa tersebut. Dalam sidang disiplin
Propam Polres Jakpus menjatuhkan hukuman kepada 4 polisi yang terlibat dalam
rekayasa kasus kepemilikan ganja terhadap pemulung Chairul Saleh ini. Kanit
Narkoba Polsek Kemayoran Aiptu Suyanto didemosi sedangkan penyidik Brigadir
Rusli ditunda kenaikan pangkatnya selama 1 tahun. Kemudian Aiptu Ahmad Riyanto ditunda kenaikan
pangkat selama satu tahun, serta dimutasi secara demosi. Dan untuk Brigadir
Dicky ditempatkan ke tempat khusus selama 7 hari.
2.
Sistem
Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan perumusan di
atas, negara Indonesia memakai sistem Rechsstaat yang kemungkinan dipengaruhi
oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental.
Konsepsi negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil, yang
dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang dapat
dijadikan landasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada Bab
XIV tentang Perekonomian Negara dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 dan 34 UUD
1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Analisis : Sistem pemerintahan
Indonesia berdasarkan atas system konstitusi, yaitu berdasarkan hukum yang
berlaku. Dalam artian memiliki batasan-batasan tertentu. Hal itu bertujuan agar
tidak terjadi kekuasaan semena-mena yang akhirnya akan merugikan pihak-pihak
tertentu.
Contoh (kasus) : Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam
kasus pengesahan Undang-undang BPJS dua minggu lalu, benar-benar terkesan tidak
serius dan tidak mengedepankan kehati-hatian. Kualitas produk
perundang-undangan yang telah disahkan banyak dipertanyakan karena seringkali
kepentingan pragmatis lebih kuat pengaruhnya daripada kepentingan penguatan
sistem konstitusional itu sendiri.
Krisis
konstitusi yang tercermin dalam produk perundang-undangan itu bisa dilihat dari
hilangnya ayat-ayat krusial, substansi pasal-pasal yang jauh dari pembelaan
terhadap kepentingan publik, dan yang baru lalu belum selesai draft dirumuskan
tetapi langsung disahkan menjadi undang-undang. Yang terakhir lebih merupakan
pelecehan terhadap sistem konstitusional republik ini.
Secara rinci
bisa dilihat, detil dari tindakan “abusive” dalam sistem konstitusional dalam
catatan di bawah ini,
Kasus Ayat
Tembakau. Penghilangan Ayat (2) Pasal 113 UU Kesehatan yang berbunyi,
“Zat adiktif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk
yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat
sekelilingnya”.
Ayat itu
hilang begitu saja saat pengesahan UU dalam Rapat Paripurna DPR
tertanggal 14 September 2009. Padahal, ada tiga ayat dalam pasal 113 yang
disahkan dalam paripurna komisi DPR. Namun, ketika UU itu dikirim ke Presiden,
barulah diketahui ternyata ada satu ayat yang dihilangkan. Sampai sekarang
persoalan ini, tidak ada yang bersuara untuk menyuarakan sebagai skandal.
Banyak pihak berpura-pura diam, melihat persoalan ini seperti bukan hal serius,
entah karena kenyang suap atau memang hanya bodoh.
d.
POLITIK HUKUM INDONESIA
Dilihat dari perubahan masyarakat
karena pengaruh hukum, maka kajian ini sudah menyentuh sudut pandang Politik
Hukum Nasional. Menurut Bellefroid politik hukum adalah suatu
disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang cara bagaimana merubah ius
constitutum menjadi ius constituendum, atau menciptakan
hukum baru untuk mencapai tujuan mereka. Selanjutnya kegiatan politik hukum
meliputi mengganti hukum dan menciptakan hukum baru karena adanya kepentingan
yang mendasar untuk dilakukan perubahan sosial dengan membuat suatu regeling
(peraturan) bukan beschiking (penetapan).
Analisis : jadi politik hukum
digunakan apabila ada kepentingan yang mendasar sehingga hukum tersebut harus
dirubah atau diperbarui guna untuk mencapai tujuan bersama.
Contoh
(kasus) :
Hukuman Mati
Kontroversi hukuman mati sudah sejak
lama ada di hampir seluruh masyarakat dan negara di dunia. Indonesia pun tak
luput dari kontroversi ini. Sampai hari ini pihak yang pro hukuman mati dan
yang kontra hukuman mati masih bersilang sengketa. Masing-masing datang dengan
rasional dan tumpukan bukti yang berseberangan, dan dalam banyak hal seperti
mewakili kebenaran itu sendiri.
Seyogianya kontroversi itu berakhir
ketika UUD 1945 mengalami serangkaian perubahan. Dalam konteks hukuman mati
kita sesungguhnya bicara tentang hak-hak asasi manusia yang dalam UUD 1945
setelah perubahan masuk dalam Bab XA. Pasal 28A dengan eksplisit mengatakan:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the
right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945.
Hak untuk hidup ini adalah puncak
hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.
Dalam kajian politik hukum dengan
sendirinya akan memperhatikan fungsi hukum, seperti yang disebutkan oleh Roscou
Pond:
1.
Law as a tool of social control,
yaitu hukum sebagai alat pengendali masyarakat. Artinya hukum berfungsi sebagai
penjaga tata tertib masyarakat. Apabila ada yang melanggar akan dikenai
sanksi sebagai wujud dari fungsi kontrol sosialnya. Dalam hal ini hukum
berposisi di belakang masyarakat.
Analisis : Jadi dengan adanya hukum dan sanksi/hukuman yang
diterima apabila dilanggar, masyarakat lebih berhati-hati dalam bertingkah laku.
Sehingga kemudian terciptalah masyarakat yang aman dan sejahtera.
Contoh : misalnya dalam peraturan lalu lintas, yang mana
penduduk telah mengetahui peraturan lalu lintas tersebut yakni wajib memakai
helm, memasang spion, memiliki SIM, dll. Apabila peraturan tersebut dilanggar,
maka akan ada sanksi dari aparat keamanan (kepolisian) sehingga penduduk
tergerak untuk mematuhi peraturan tersebut.
2.
Law as a tool of social
engineering, yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Dalam hal
ini hukum berposisi berada didepan masyarakat, hukum membawa dan menggerakkan
masyarakat untuk berubah dan bergerak kearah yang telah ditentukan.
Analisis
: disini maksudnya adalah hukum berperan sebagai alat untuk merubah masyarakat
yang sebelumnya pernah melanggar hukum ataupun bisa juga belajar dari
kasus-kasus hukum yang melibatkan orang lain.
Contoh
: misalnya seorang narapidana kasus narkoba, ia dihukum 5
tahun penjara. Sehingga pada saat ia bebas, ia telah kapok dan banyak merenungi
kesalahannya. Sehingga untuk kedepannya ia bisa menjadi pribadi yang lebih baik
lagi.
Dalam politik hukum ada salah satu
fungsi hukum yang menonjol, yaitu sebagai law as a tool of social
engineering. Artinya hukum sebagai produk politik hukum akan menjadi sangat
berpengaruh dalam perubahan masyarakat, sebab melalui hukum tersebut masyarakat
berubah secara menyeluruh pola perilakunya untuk menyesuaikan dengan ketentuan
hukum yang diberlakukan.
e.
Hubungan Negara Hukum dengan
Demokrasi
Hubungan antara negara hukum dengan
demokrasi dapat dinyatakan bahwa negara demokrasi pada dasarnya adalah negara
hukum. Namun, negara hukum belum tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah
satu ciri dari negara demokrasi. Franz Magnis Suseno (1997) menyatakan adanya 5
gugus ciri hakiki dari negara demokrasi. Kelima ciri negara demokrasi tersebut
adalah :
1. Negara hukum
adalah negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya
pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apa pun harus
dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Contoh (kasus) : Kini,
masyarakat tidak perlu takut kehilangan kendarannya diparkiran. Kalau hilang,
gugat pengelola parkir ke pengadilan. Sebab, salah satu hakim agung Andi Samsan
Nganro memenangkan perkara mobil hilang di tempat parkir, saat dia menjadi
hakim di PN Jakpus.
"Klausul-klausul baku dalam karcis parkir adalah perjanjian yang berat sebelah alias sepihak. Perjanjian semacam itu adalah batal demi hukum," kata Andi dalam amar putusannya.
"Klausul-klausul baku dalam karcis parkir adalah perjanjian yang berat sebelah alias sepihak. Perjanjian semacam itu adalah batal demi hukum," kata Andi dalam amar putusannya.
2.
Pemerintah di bawah control nyata
masyarakat
Dalam setiap peraturan perundangan
yang dikeluarkan pemerintah, aspek peran serta atau keterlibatan masyarakat
pastilah ada dan menjadi bagian yang selalu tidak terpisahkan dari seluruh
peraturan tersebut. Pemerintahan Negara yang menerapkan manajemen tertutup
(close management), penyelenggaraan Negara yang terlepas dari control social
dan control politik suprastruktur dan infrastruktur politik, serta ideology
pembangunanisme yang tidak berbasis pada ekonomi kerakyatan, berimplikasi luas
pada praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di dalam tubuh
pemerintahan. Oleh karenanya, upaya untuk memerangi KKN tersebut tidak akan
berhasil tanpa adanya peran aktif masyarakat.
Contoh (kasus) :
TEMPO Interaktif, Jakarta --Lembaga
Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menuding Departemen Dalam Negeri telah
semena-mena dalam melakukan pengosongan rumah dinas IPDN Cilandak, Jakarta
Selatan. Padahal, menurut Nurkholis, saat ini telah ada PP yang mampu
memfasilitasi pemecahan persoalan tersebut, yaitu PP nomor 40 tahun 1994 yang
telah dirubah menjadi PP no. 31 tahun 2005 mengenai Rumah Negara. Di sana
diatur mekanisme yang membolehkan rumah golongan III untuk dibeli oleh
penghuninya, sedangkan rumah dinas golongan I dan II tidak dapat.
3.
Pemilihan umum yang bebas
Negara Indonesia adalah Negara yang
berdaulat dengan kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Oleh karenanya
rakyatah yang pada dasarnya menentukan arah bangsa ini melalui media-media
demokratis yang tersedia. Pemilihan langsung presiden melalui tahapan pemilu,
dimana masyarakat bebas untuk menyalurkan suaranya kepada calon yang menurut
mereka dapat mempresentasikan harapan dan keinginan mereka atau sama sekali
tidak memberikan suaranya adalah merupakan bukti konkret suatu karakter
demokrasi yang secara kontinyu terbangun di Negara ini.
Contoh
(kasus) : Partai Gerakan Indonesia
Raya (Gerindra) menyampaikan somasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait
temuan 3.750.231 jiwa pemilih ganda dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Menurut Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi, Habiburakhman, temuan Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pemenangan Pemilu Nasional (BAPPNAS) Gerindra, mencatat pemilih kebanyakan memiliki dua atau tiga, bahkan lima Nomor Induk Kependudukan (NIK).Dijelaskannya, temuan pemilih yang memiliki NIK ganda ini, tersebar di 17 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dia pun mencontohkan, nama pemilih ber-NIK lebih dari satu yakni, Aliansyah kelahiran 7 Oktober 1973 dari Kabupaten Tanahlaut memiliki dua DPT, dan Suharman kelahiran 7 April 1986, asal Bandarlampung Kota, memiliki tiga DPT.Lebih lanjut, dia menyampaikan temuan yang setara dengan 64 kursi Ghost Voter ini, sebuah partai politik pada Pemilu 2014 bisa mendapatkan 10 persen suara dan otomatis bisa saja menjadi pemenang.
Menurut Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi, Habiburakhman, temuan Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pemenangan Pemilu Nasional (BAPPNAS) Gerindra, mencatat pemilih kebanyakan memiliki dua atau tiga, bahkan lima Nomor Induk Kependudukan (NIK).Dijelaskannya, temuan pemilih yang memiliki NIK ganda ini, tersebar di 17 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dia pun mencontohkan, nama pemilih ber-NIK lebih dari satu yakni, Aliansyah kelahiran 7 Oktober 1973 dari Kabupaten Tanahlaut memiliki dua DPT, dan Suharman kelahiran 7 April 1986, asal Bandarlampung Kota, memiliki tiga DPT.Lebih lanjut, dia menyampaikan temuan yang setara dengan 64 kursi Ghost Voter ini, sebuah partai politik pada Pemilu 2014 bisa mendapatkan 10 persen suara dan otomatis bisa saja menjadi pemenang.
4.
Prinsip mayoritas
Prinsip mayoritas adalah pengambilan
keputusan oleh badan perwakilan rakyat yang dilakukan secara kompromi,
kesepakatan dan musyawarah. Dalam demokrasi suara mayoritas mempunyai
kesempatan besar dapat memimpin jalannya pemerintahan. Pemerintah mayoritas (rule of majority) adalah
pemerintahan demokrasi, yang pemerintahannya mendapat dukungan dari mayoritas
rakyat.
Contoh (kasus) : RUU Pilpres, Baleg didesak segera ambil keputusan
Sindonews.com - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengambilan keputusan mengenai Undang-Undang 42 Nomor tahun 2008. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Baleg DPR harus segera mengambil keputusan, apakah RUU Pilpres mau direvisi atau tidak?eperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) kembali menunda pengambilan keputusan mengenai revisi Undang-Undang Pemilu Presiden (Pilpres) apakah akan dilanjutkan atau tidak. Ketua Baleg Ignatius Mulyono mengatakan, hingga kini masih ada lima fraksi yang menolak revisi UU Pilpres Nomor 42 tahun 2008 dilanjutkan. Kelimanya adalah Fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sementara, mereka yang setuju dilakukan revisi adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura.Kendati demikian, ia menyampaikan komposisi yang menerima dan menolak pembahasan revisi undang-undang ini masih bisa berubah tergantung keputusan masing-masing fraksi. Ignatius berharap pengambilan keputusan mengenai revisi UU Pilpres ini bisa diselesaikan di Baleg tanpa dibawa ke rapat paripurna.
5. Adanya jaminan terhadap hak-hak
demokratis
Berdasarkan perkembangannya,
tumbuhnya negara hukum, baik formal maupun materiil bermula dari gagasan
demokrasi konstitusional, yaitu negara demokrasi yang berdasarkan atas
konstitusi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya
perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama pula.
Contoh
: demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang
ruhnya berasal dari kultul dan adat istiadat masyarakat Indonesia sendiri yang
jelas sangat berbeda dengan demokrasi Barat. Demokrasi sebenarnya juga
diajarkan dan dipraktekan oleh Nabi Muhammad ketika berhasil membangun sebuah
negara dan konstitusi Madinah. Namun sangat disayangkan pada konteks sekarang
di dunia Islam demokrasi kembali diperdebatkan keabsahannya.
f.
HAKIKAT HAM
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat
pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah
Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi
Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara
individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan
negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat
ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu
:
a.
HAM
tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
Analisis : HAM tidaklah sesuatu yang
diberikan ataupun diwariskan, HAM sudah menjadi milik manusia itu sendiri sejak
ia baru lahir ke dunia. Dan itu tetap ia miliki sampai ia meninggal dunia.
Contoh
: Kasus ini masuk dalam catatan kasus
pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer
atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12
November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya
di Pemakaman Santa
Cruz ditembak oleh anggota militer
Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil
mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa
kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan
agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.
Kasus ini tentunya sudah melanggar dan merampas HAM orang lain (Hak untuk hidup
dan mempertahankan kehidupannya).
b.
HAM
berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
Analisis : HAM tidak pilih-pilih, HAM
berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi. Mau kaya, miskin. Cantik, jelek.
Perempuan, laki-laki. Tetap memiliki HAM yang sama.
Contoh (kasus) : 16
Juli 2012, Andika Pratama, bocah berusia 1,5 tahun yang
menderita tumor ganas pada bagian pangkal hidung ditolak rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo. Pihak RS Wahidin Sudirohusodo beralasan, kartu kepemilikan
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Andika berasal dari Kota Palu, Sulawesi
Tengah. Sedangkan RS Wahidin berada di Sulawesi Selatan.
c.
HAM
tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
Analisis : karna sejatinya HAM tidak
hanya lahir dari suatu Negara, tetapi HAM adalah bawaan manusia itu sendiri.
HAM adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Maka tidak seorangpun dapat
melanggarnya, jika suatu Negara tidak membuat hukum yang melindungi atau
melanggar HAM, maka hukum tersebut pasti ada pada setiap agama/keyakinan yang
kita anut.
Contoh
(kasus) : Kasus penembakan mahasiswa Trisakti
merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang
sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika
mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah
Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti.
Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia,
yang kebanyakan meninggal karena ditembak peluru tajam oleh anggota polisi dan
militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar catatan kasus pelanggaran HAM di
Indonesia, dan pernah diproses.
g.
SEJARAH PERKEMBANGAN HAM
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak
dasar manusia yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan.
Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.
Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat
semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat
dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada hakikatnya, Hak Asasi Manusia
terdiri atas empat hak dasar yang paling pokok, ialah hak hidup, hak memiliki
sesuatu, hak bahagia/sejahtera, dan hak bebas/merdeka. Dari empat hak dasar
inilah lahir hak asasi lainnya atau tanpa empat hak dasar ini,
Secarah historis rumusan konseptual
HAM telah muncul dari beberapa doktrin hukum alam, khususnya ajaran Thomas van
Aquinas, Hogo de groot. Ajaran-ajaran mereka itu, kemudian disusul oleh
lahirnya Magna Charta, petisi hak asasi manusia dan undang-undang HAM inggris.
Sejak ditandatanganinya Magna Charta
di Inggris, perkembangan perjuangan hak asasi manusia selanjutnya dilakukan
melalui berbagai petisi, deklarasi lainnya. PBB membentuk Komisi Hak-Hak Asasi
Manusia. Komisi tersebut berhasil merumuskan naskah pengakuan hak-hak asasi
manusia yang dikenal dengan Deklarasi HAM (Universal Declaration of Human
Rights). Melalui sidangnya, naskah ini diterima dan disetujui oleh PBB pada
tanggal 10 Desember 1948. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember
diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
h.
HAM DI INDONESIA
HAM di Indonesia bersumber dan
bermuara pada Pancasila, yang artinya bahwa HAM adalah menjadi jaminan filsafat
yang kuat dari filsafat bangsa. Beberapa instrument HAM yang ada di Indonesia
antara lain yaitu Undang - Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas
HAM . HAM dapat meliputi Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang
meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak. Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk
memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya. Hak –
hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama
dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality). Hak – hak asasi
sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih
pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan. Dan hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).
Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan
peradilan.
Namun seperti kita ketahui bersama,
pelaksanaannya masih sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh semua rakyat
Indonesia, masih banyak terjadi pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi di
negeri kita ini baik itu atas nama negara atau institusi tertentu .Namun apakah
disengaja ataupun tidak , negara (dalam hal ini yaitu Komnas HAM) sepertinya
sangat lamban untuk mengungkap dan mengupas secara detail kasus – kasus
pelanggaran HAM yang terjadi baik itu kasus yang disorot media ataupun yang
tidak terlalu disorot . Apalago disaat Orde baru berkuasa , terlalu banyak
kasus – kasus pelanggaran HAM yang belum bisa terungkap dan tertutupi awal
tebal oleh konspirasi pihak elite kekuasaan pada saat itu dan diterusakan saat
ini . Dimulai sejak Soeharto menjabat sebagai presiden sampai Soeharto lengser
dalam peristiwa Mei 1998 oleh para Mahasiswa banyak sekali peristiwa – peristiwa
atau kasus – kasus dilakukan pemerintah yang sangat melanggar HAM, beberapa
contoh peristiwa atau kejadian dari pelanggaran HAM yang dilakukan yaitu pada
tahun 1965 dimana Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan
Darat dan Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka
yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Lalu dilanjutkan pada
tahun 1966, pada tahun ini terjadi penangkapan dan pembunuhan tanpa
pengadilan terhadap anggota – anggota PKI yang masih terus berlagsung .
Hal ini sangat melanggar HAM, namun mengaa pemerintah seperti tidak tahu -
menahu tentang hal tersebut, munkin pada saat itu ada konfrontasi besar yang
ingin dilakukan oleh Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya, terbukti
dengan konfrontasi itu Soeharto dapat memimpin Indonesia selama 36 tahun
lamanya, mungkin bila ada pemilihan siapa politikus paling pintar di Indonesia
atau bahkan di Asia, Soeharto lah orangnya, karena dia seolah memimpin
Indonesia tanpa cacat di mata dunia. Benar memang asa hukum retroaktif tidak
dapat diterapkan, namun ini menyangkut kemashlahatan masyarakat kita sendiri,
terlebih untuk keluarga – keluarga atau keturunan dari korban – korban dari
pelanggaran HAM tersebut agar supaya mereka mendapatkan haknya yang direnngut
pemerintah kembali. Kembali ke masalah HAM di Indonesia, mengapa pelanggaran
HAM di Indonesia masih saja terjadi dari tahun ke tahun dan juga sampai saat
ini masih sering terjadi pelanggaran HAM itu, apakah pemerintah terlalu tegas
menindak oknum atau institusi yang menentang kekuasaannya ataukah memang
masyarakat kita yang terlalu anarkis sehingga pemerintah terpaksa melakukan
tindakan progresif untuk mengendalikannya. Mungkin semua itu dapat kita
kendalikan jika tidak ada tindakan – tindakan atau kebijakan – kebijakan dari
pemerintah yang memberatkan rakyat, karena biasanya rakyat bertindak
dikarenakan hal tersebut. Tidak akan ada suatu masyarakat menyerang atau
menuntut ke pemerintahannya jika tidak ada hal dasar yang melatarbelakanginya.
Lalu bagaimana cara untuk menekan
pelanggaran HAM yang terjadi selama ini, mungkin salah satunya dengan cara
lebih mensaktikan lagi lembaga khusus Hak Asasi Manusia yang dimiliki
pemerintah yaitu KOMNASHAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), karena selama
ini KOMNASHAM hanya dapat memegang suatu kasus pelanggaran HAM sampai batas
pengaduan kasus, penyelidikan kasus, tanpa bias menghakimi siapa oknum – oknum
yang terlibat dalam kasus itu, alangkah baiknya jika KOMNASHAM diberi wewenang
untuk melaksanakan tindakan penghukuman atas oknum yang terlibat dalam kasus
tersebut. Memang akan butuh dana, butuh tenaga ahli untuk melaksanakannya,
namun bukankah rakyat Indonesia ini lebih dari cukup untuk melaksanakan tugas
itu, saya yakin bahwa rakyat Indonesia mampu untuk itu. Dan memang butuh proses
panjang untuk melaksanakan hal itu, butuh waktu yang mungkin lama untuk
merekrut ahli – ahli hokum diseluruh Indonesia ini yang berkomitmen untuk
mengamankan, mensejahterakan dan memajukan bangsa ini dibidang Hak Asasi
Manusia, butuh pejuang – pejuang HAM layaknya Moenir. Perlu adanya Moenir
Moenir baru untuk bangsa kita ini. Dan sebagai mahasiswa yang dalam konotasinya
adalah penyambung lidah – lidah rakyat, jangan sekali – kali mengenal kata
menyerah untuk memperjuangkan Hak – hak kita dan orang – orang yang ada
disekitar kita, agar kehidupan kita didunia ini lebih bermanfaat.
Contoh (kasus) :
1.
Kasus BLBI
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia telah
menganalisis kasus BLBI. Kesimpulannya, pertama, kasus BLBI sarat muatan
korupsi. Kedua, KPK dapat mengambil alih kasus BLBI dari Kejagung. Kasus BLBI,
terutama pasca-Inpres No 8/2002, merupakan tindak pidana korupsi karena unsur
melawan hukum, memperkaya diri atau orang lain atau korporasi, dan kerugian
negara telah dipenuhi. Penyelesaian di luar pengadilan juga tidak membuahkan
hasil signifikan bagi kepentingan negara. Selain itu, tidak ada iktikad baik
dari penerima BLBI, antara lain nilai jaminan jauh lebih rendah dari nilai
kewajiban yang seharusnya diselesaikan kepada negara dan tidak kooperatif
terhadap pemanggilan Kejagung. KPK dapat mengambil alih dalam rangka supervisi
(Pasal 9 juncto Pasal dan merujuk Pasal 68 UU No 30/2002 tentang
KPK. Tidak ada alasan bahwa KPK tidak dapat mengambil alih kasus BLBI karena
hukum acara pidana Indonesia (Pasal 284 Ayat 1 KUHAP) tegas tidak mengakui asas
nonretroaktif sepanjang terkait dengan kewenangan menyidik dan menuntut perkara
sebelum KUHAP terbentuk. Asas itu diakui dalam proses kriminalisasi suatu
perbuatan menjadi tindak pidana vide Pasal 1 Ayat (1) KUHP. Wewenang KPK
mengambil alih perkara korupsi yang belum selesai penanganannya tidak
bertentangan dengan UUD 1945 dan Perubahannya karena Pasal 28 I UUD 1945 dan
Perubahannya tidak melarang wewenang retroaktif KPK. Jika ada pendapat KPK
tidak dapat mengambil alih kasus BLBI, jelas mereka tidak memahami sejarah
hukum pidana Indonesia sampai KUHAP diundangkan tahun 1981. Jika asas
nonretroaktif diterapkan pada masalah wewenang, akan terjadi stagnasi
pemerintahan dan kinerja penegakan hukum dari satu periode ke periode lain.
i.
HAM DAN DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Contoh : Pemilu, pemilihan ketua MPR, rapat
anggota DPR, dsb.
Analisis : Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, Hak Asasi
Manusia akan terwujud dan dijamin oleh negara yang demokratis dan demikian
sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara mampu manjamin tegaknya Hak
Asasi Manusia. Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat
terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya
yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Jelas bahwa Indonesia adalah
Negara hukum (pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945). Dengan demikian HAM pula harus
diatur degan hukum. Jadi hukum yang digunakan sebagai instrumen dalam penegakan
HAM yang digunakan sebagai ukuran bagaimana demokrasi dilaksanakan. Selain
itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan
perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan
perasaan keadilan masyarakat. Sesuai dengan konsep HAM yakni penghormatan
sebagai insan manusia, dalam suatu Negara warga Negara adalah individu manusia
yang memiliki hak. Hak itu termasuk hak didengarkan suaranya melalui DPR. Jadi
perasaan keadilan masyarakat didengarkan dan prinsip demokrasi menjembatani dan
sebagai wadah untuk itu.
Contoh (kasus) :
Pembunuhan Aktivis
Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan
salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di
Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan
teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut
untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi
unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak
diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah
ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong,
Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan
berat. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena
penganiayaan berat.
j. PASAL-PASAL DALAM UUD 1945 YANG
MENGATUR TENTANG HAM
1) Pasal 27
UUD 1945, berbunyi:
(1) “Segala warga negara bersamaan
kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerinatah itu dengan
tidak ada kecualinya”.
(2)Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3) “Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
2) Pasal 28 UUD
1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”
3) Pasal 28
A
Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
4) Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap orang berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi
5) Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa dan negaranya
6) Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum
(2) Setiap orang berhak untuk berkerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(3) Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalm pemerintahan
(4) Setiap orang berhak atas status
kewarganegaraan
7) Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
8) Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
9) Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindung
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas
dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
10) Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3) Setiap orang berhak atas imbalan
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak
milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih sewenang-wenang
oleh siapapun.
11) Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas dasar apaun dan berhak mendapat
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama
pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak
asaso manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokrastis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
12) Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
(2) Dalam menajlan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokrastis.
13) Pasal 29
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan
yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk berinadah
menurut agama dan kepercayaannya itu.
14) Pasal 30
ayat (1)
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
15) Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
16) Pasal 32
AYAT (1)
(1) Negara mamajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
17) Pasal
33
(1) Perekonomian disusun sebagi usaha
bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan
(2) Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
18) Pasal
34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave your comment, please :)