Menurut Bloom (1956) menyatakan bahwa “ada 3 aspek yang
mendasar pada perkembangan peserta didik yaitu: ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotorik”. Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang
sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa.
1. Pengertian Aspek Kognitif adalah :
Bloom (1956) menyatakan aspek
kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan
memecahkan masalah. Pengertian lain dari Mahfudin Shalahudin (1989) menyatakan
“aspek kognitif adalah akal budi atau intelegensi yang berarti kemampuan untuk
meletakkan hubungan dari proses berpikir”. Sedangkan Chaplin (1981) menyatakan
kognitif berarti proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai dan
kemampuan mempertimbangkan, kemampuan mental dan intelegensi.
Dari ketiga pengertian aspek
kognitif diatas dapat disimpulkan aspek kognitif adalah kemampuan intelektual
siswa dalam berpikir, mengetahui, memecahkan masalah, menilai dan
mempertimbangkan suatu permasalahan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan
berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif
adalah aspek yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal
dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2. Pengertian Aspek Afektif adalah:
Menurut
Fishbein dan Ajzen (1975) “ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan
sikap dan nilai, ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat,
sikap, emosi, dan nilai”. Lebih lanjut dari Daniel Goleman (1995) mengatakan
bahwa “aspek afektif merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran – pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendurungan
untuk bertindak”.
Sementara itu,
Chaplin (1989) mendefisikan aspek afektif sebagai suatu keadaan yang terangsang
dari organisme mencakup perubahan- perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku. Dari kesimpulan 3 pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
aspek afektif adalah aspek yang mencakup watak, perasaan dan pikiran-pikiran
perilaku seseorang.
Menurut Bloom
(1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang,
yaitu:
a. Menerima atau memperhatikan adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam
jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus,
mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
b. Menanggapi mengandung
arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini
lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih
jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
c. Menilai atau menghargai artinya
mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa
kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih
tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses
belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau
fenomena, yaitu baik atau buruk.
d. Mengatur atau mengorganisasikan artinya
memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal,
yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya
hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai
yang telah dimilikinya.
e. Karakterisasi dengan suatu nilai
atau komplek nilai yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini
proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya.
3. Pengertian Aspek Psikomotorik adalah:
Loree (1970) menyatakan “aspek
psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu,
aspek psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya
lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya”. Simpson (1956)
menyatakan
bahwa “hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu”.
Kesimpulannya
yang dapat diambil adalah
aspek psikomotorik adalah kelanjutan dari kognitif (memahami sesuatu) dan
afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
·
Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Peserta Didik.
Banyak hal yang menjadi faktor perkembangan seorang anak.
Disini akan dibahas tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
berdasarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
A. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Aspek Kognitif adalah:
1. Faktor Hereditas
Secara
potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi kemampuan
berfikir setaraf normal, di atas normal, atau di bawah normal. Namun, potensi
ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak
memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat
menentukan perkembangan intelektual anak.
2. Faktor Lingkungan
Ada dua unsur
lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan
intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a.
Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga
atau orang tua
adalah
memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak
memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir.
Cara – cara yang digunakan, misalnya memberikan kesempatan kepada anak untuk
merealisasikan ide – idenya, menghargai ide – ide tersebut, memuaskan dorongan
keingintahuan anak tersebut. Memberikan kesempatan atau pengalaman tersebut
akan menuntut perhatian orang tua.
b.
Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab
untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berpikir anak. Dalam
hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan kognitif anak terletak di
tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut.
1)
Menciptakan interaksi atau hubungan
yang akrab dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara
psikologis peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang
dialaminya secara bebas dapat dikonsumsikan dengan guru mereka.
2)
Memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk berdialog dengan orang – orang yang ahli dan berpengalaman
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan
intelektual anak. Membawa para peserta didik ke objek – objek tertentu seperti
objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan kognitif
peserta didik.
3)
Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan
fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup,
sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik. Sebab jika peserta
didik terganggu secara fisik, perkembangan kognitifnya juga akan terganggu.
4)
Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta
didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang
memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide – idenya. Hal
ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan kognitif peserta didik.
B.
Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Aspek Afektif adalah:
1) Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan
dengan adanya pertumbuhannya yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf
permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian – bagian tertentu saja
yang mengakibatkan
postur tubuh
menjadi tidak seimbang.
2) Perubahan Pada Interaksi dengan Orang
Tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada
yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja
sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada
juga yang dengan cinta kasih.
3) Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi
sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan
aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Usahakan dapat menghindarkan
pembentukan kelompok secara geng itu ketika sudah memasuki masa remaja tengah
atau remaja akhir.
4) Perubahan Pandangan Luar
Faktor penting yang dapat mempengaruhi
perkembangan emosi remaja selain perubahan – perubahan yang terjadi dalam diri
remaja itu sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya.
Ada sejumlah perubahan pandangan duna
luar yang dapat menyebabkan konflik – konflik afektif dalam diri remaja, yaitu
sebagai berikut:
a.
Sikap dunia terhadap remaja sering
tidak konsisten.
b.
Dunia luar atau masyarakat masih
menerapkan nilai – nilai yang berbeda untuk remaja laki – laki atau perempuan.
Seringkali kekosongan remaja
dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan
remaja tersebut ke dalam kegiatan – kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar
nilai – nilai moral.
C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Aspek
Psikomotor adalah:
1.
Faktor Internal
Faktor Internal
adalah faktor – faktor yang berasal dari dalam diri individu. Termasuk ke dalam
faktor internal ini adalah sebagai berikut:
a.
Sifat jasmaniah yang diwariskan dari
orang tuanya
Anak yang
ayahnya dan ibunya bertumbuh tinggi cenderung lebih lekas menjadi tinggi
daripada anak yang berasal dari orang tua yang bertubuh pendek.
b.
Kematangan
Secara
sepintas, pertumbuhan fisik seolah – olah seperti sudah direncanakan oleh
faktor kematangan. Meskipun anak itu diberi makanan yang bergizi tinggi, tetapi
kalau saat kematangan belum sampai, pertumbuhan akan tertunda. Misalnya, anak
berumur tiga bulan diberi makanan yang cukup bergizi supaya pertumbuhan
otot kakinya berkembang sehingga mampu
untuk berjalan. Ini tidak mungkin berhasil sebelummencapai umur lebih dari
sepuluh bulan.
2.
Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal ialah faktor yang berasal dari luar diri anak. Termasuk kedalam
faktor eksternal adalah sebagai berikut:
a.
Kesehatan
b.
Anak yang sering sakit – sakitan pertumbuhan psikomotoriknya pasti
akan terhambat.
c.
Makanan
Anak yang
kurang gizi pertumbuhannya akan terlambat, sebaliknya yang cukup gizi
pertumbuhannya pesat.
d.
Stimulasi lingkungan
Individu yang
tubuhnya sering dilatih untuk meningkatkan percepatan pertumbuhannya akan
berbeda dengan yang tidak pernah mendapat latihan sama sekali.
·
Implikasi Aspek Psikomotorik, Afektif
, Dan Kognitif Bagi Pendidikan.
Pada subbab ini akan dibahas impilkasi aspek psikomotorik, afektif dan kognitif bagi pendidikan.
Pada subbab ini akan dibahas impilkasi aspek psikomotorik, afektif dan kognitif bagi pendidikan.
a.
Implikasi Aspek Kognitif Bagi
Pendidikan.
Kondisi psikologis yang perlu
diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis sehingga mampu
mengembangkan kemampuan intelektualny aadalah sebagai berikut.
1.
Pendidik
menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional regard). Artinya, apa pun
keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harusditerima
dengan baik, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap
peserta didik memiliki kemampuan inteletual yang dikembangkan secara maksimal.
2.
Pendidik
menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai oleh
orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat
dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi
sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskna
peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sifat
kompetitif secara sehat.
3.
Pendidik
memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan
perilaku peserta didik; dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik;
serta melihat sesuatudari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini, peserta didik akan merasa
aman untuk mengembangkandan mengemukakan pemikiran atau ide – idenya.
4.
Menerima
remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional regard). Artinya, apa pun keberadaan peserta didik
dengan segala kekuatan dan kelemahannya harusditerima dengan baik, serta
memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki
kemampuan inteletual yang dikembangkan secara maksimal.
5.
Memahami
pemikiran, perasaan dan perilaku peserta didik; dapat menempatkan diri dalam
situasi peserta didik; serta melihat sesuatudari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini,
peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkandan mengemukakan pemikiran
atau ide – idenya.
6.
Memberikan
suasana psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan pikiran-pikirannya
sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri. Disini berusaha
menciptakan keterbukaan (openess), kehangatan
(warmness), dan kekonkretan (concreteness).
b.
Implikasi Aspek Afektif bagi
Pendidikan.
1.
Pengembangan
Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan
emosional individu adalah:
a. Mengindetifikasikan dan memberi nama
atau label perasaan.
b. Mengungkapkan perasaan.
c. Menilai intensitas perasaan.
d. Menunda pemuasaan.
e. Mengendalikan dorongan hati.
f. Mengurangi stres.
g. Mengelola perasaan.
h. Memahami perbedaan antara perasaan
dan tindakan.
2.
Pengembangan
Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
keterampilan kognitif individu adalah sebagai berikut.
a. Belajar melakukan dialog batin
sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri
sendiri.
b. Belajar membaca dan menafsirkan
isyarat-isyarat sosial, misalnya mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku
dan melihat diri sendiri dalam perspektif masyarakat yang lebih luas.
c. Belajar menggunakan langkah-langkah
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, misalnya mengendalikan dorongan
hati, menentukan sasaran, mengindetifikasikan tindakan-tindakan alternatif, dan
memperhitungkan akibat-akibat yang mungkin timbul.
d. Belajar memahami sudut pandang orang
lain (empati).
e. Belajar memahami sopan santun, yaitu
perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.
f. Belajar bersikap positif terhadap
kehidupan.
g. Belajar mengembangkan kesadaran
diri, misalnya mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang diri
sendiri.
C.
Implikasi Aspek Psikomotorik Bagi
Pendidikan
1. Menjaga Kesehatan Badan
Kebiasaan hidup sehat, bersih dan
olahraga secara teratur akan dapat membantu menjaga kesehatan pertumbuhan
tubuh. Namun, apabila ternyata masih terkena penyakit, haruslah segera
diupayakan agar lekas sembuh. Sebab kesehatan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan fisik.
2. Memberi Makanan Yang Baik
Makanan yang baik ialah makanan yang
banyak mengandung gizi,segar dan sehat serta tidak tercemar oleh kotoran atau
penyakit. Baik buruknya makanan yang dimakan oleh anak akan menentukan pula
kecepatan pertumbuhan fisik. Para remaja mengalami pertumbuhan fisik yang
cepat. Oleh karena itu, memerlukan zat-zat pembangun yang terdapat dalam
makanan sehingga menyebabkan para remaja pada umumnya nafsu makan. Jika makanan
yang dimakan cukup mengandung gizi, kebutuhan zat pembangun bisa terpenuhi
sehingga pertumbuhan menjadi lancar. Sebaliknya, jika kebutuhan zat pembangunn
tidak terpenuhi, pertumbuhan fisik akan menjadi terhambat dan kurang lancar.
Implikasinya bagi pendidikan adalah
perlunya memperhatikan faktor-faktor berikut ini.
a.
Sarana
dan prasarana
Faktor sarana dan prasarana ini
jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan pada anak. Misalnya, tempat duduk
yang kurang sesuai serta ruangan yang gelap dan terlalu sempit akan menimbulkan
gangguan kesehatan. Penyelenggaraan pendidikan modern menghendaki agar tempat
duduk anak dan meja dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan, ruangan kelas yang bersih, terang dan cukup luas, serta
kedisiplinan yang tidak kaku.
b.
Waktu
istirahat
Untuk mengilangkan rasa lelah dan
mengumpulkan tenaga baru, istirahat sangat diperlukan. Terus-menerus bekerja
tanpa ada waktu istirahat dapat menimbulkan kelelahan yang mendatangkan
kerugian bagi kesehatan. Oleh karena itu, dalam belajar pun sangat penting memperhatikan
pengaturan waktu istirahat bagi anak-anak karena dalam belajar dikenal adanya
istilah yang disebut biorama, yang berarti kemampuan anak berkonsentrasi akan
sangat dipengaruhi oleh irama stamina biologis pada anak itu sendiri. Berkaitan
dengan biorama ini, ada rumus pengaturan belajar yang dikenal dengan “lima kali
dua lebih baik dari padadua kali lima”. Artinya, belajar sebanyak lima kali
yang masing-masing berlangsung selama dua jam, hasilnya akan lebih baik
daripada belajar sebanyak dua kali yang masing-masing berlangsung selama liam
jam. Ini berkaitan dengan kemampuan stamina tubuh utnuk berkonsentrasi dalam
belajar guna menyerap isi yang terkandung dalam materi pelajaran.
2
Ranah Kognitif (cognitive
domain)
Ranah
kognitif mencakup kegiatan otak. Menurut Bloom yaitu segala upaya yang
menyangkut aktifitas otak termasuk ranah proses berfikir. Dalam ranah kognitif
terdapat enam jenjang proses berfikir yaitu:
1.
Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata
knowledge dalam taksonomi bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya
tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan factual di samping
pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi,
istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota.
Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal
dan diingat agar agar dapat dikuasai sebagai dasar bagi pngetahuan atau
pemahaman konsep-konsep lainnya. Ada beberapa cara untuk mengingat dan
menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai,
mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar
pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun tipe
hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.
Hal ini berlaku bagi setiap bidang studi, baik bidang matematika, pengetahuan
alam, ilmu social, maupun bahasa. Karena pengetahuan
atau knowledge bloom lebih banyak berhubungan dengan dengan ingatan maka
dapat dikelompokkan sebagai belajar mneghafal (rote learning).
Menyusun
tes item tes pengetahuan hafalan
Tidaklah terlalu sukar untuk menyusun item tipe ini. Malahan
para penyusun tes hasil belajar, secara tidak sengaja banyak tergelinciratau
terpeosok termasuk dalam kawasan ini. Dilihat dari bentuknya, tes yang paling
banyak dipakai untukmengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi,
tipe isian, dan tipe benar salah. Karena lebih mudah menyusunnya, orang banyak
memilih tipe benar salah. Karena kurang dipersiapkan dengan baik, banyak tes
yang ditulissecara tergesa-gesa sehingga terperosok ke dalam pengungkapan
pengetahuan hafalan saja. Siswa hanya dituntut kesanggupan mengingatnya
sehingga jawabannya mudah ditebak.
Pengetahuan ini dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Terminologi
Kemampuan
yang paling besar ialah mengetahui arti tiap kata.
b.
Fakta-fakta
lepas (isolated facts)
Setelah
mengetahui prinsip-prinsi atau konsep-konsep bahasa, anak menanjak pada
pengetahuan akan fakta-fakta lepas. Fakta yang diketahuinya tetap berdiri
sendiri tanpa dihubungkan dengan fakta atau gejala lainnya.
c.
Universal
dan abstraksi
Pengetahuan
akan bagan-bagan dan pola-pola utama yang dipakai untuk mengorganisasikan
fenomena-fenomena. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)
Prinsip-prinsip
dan generalisasi
Siswa
diharuskan menguasai prinsip-prinsip atau generalisasi tertentu yang
dihubungkan dengan bahan pengetahuan lain.
2)
Teori
Teori
merupakan perumusan-perumusan yang paling abstrak, dan dapat menunjukan saling
berhubungan dan organisasi dari hal-hal yang khusus.
2.
Pemahaman
Adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
Tipe hasil belajar ini lebih tinggi
tingkatannya dari yang pertama. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga
kategori.
Tingkat
terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang
sebenarnya, misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa indonesia, megartikan
bhineka tunggal ika, mengartikan merah putih, menerapkan prinsip-prinsip
listrik dalam memasang sakelar.
Tingkat
ke dua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu
dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan pengetahuan
tentang konjugasi kata kerja, subjek, dan possessive pronoun sehingga tahu
menyusun kalimat.
Pemahaman
tingkat ke tiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan
ekstra polasi diharapkan seseorang mampu melihat balik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti
waktu, dimensi, kasus, ataupun maslahnya.
Meskipun
pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas, perlu disadari bahwa
menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusun tes dapat
membedakan item yang susunannya termasuk sub kategori tersebut. Tetapi tidak
terlalu berlarut-larut mempermasalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan
mudah dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan terjemahan, penafsiran, dan
eksplorasi, bedakanlah untuk kepentingan penyusunan soal tes hasil belajar.
3.
Tipe
hasil belajar: aplikasi
Aplikasi atau penerapan adalah abilitet untuk merinci bahan
menjadi bagian-bagian supaya struktur organisasinya mudah dipahami, meliputi
identifikasi bagian-bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali
prinsip-prinsip organisasi. Contohnya menyadari asumsi-asumsi, menyadari logika
dalam pemikiran, membedakan fakta dan iterferensi.
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret
atau situasi khusus. Abstarksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau
petujnuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi
pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai
situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu, ada satu
unsure lagi yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip
atau generalisasi, yakni sesuatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada
situasi khusus.
Mengetes
aplikasi
Bloom
membedakan delapan tipe aplikasi yang akan dibahas atu persatu dalam rangka
menyusun item tes aplikasi.
1)
Dapat
menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang
dihadapi. Dalam hal ini yang bersangkutan belum diharapkan dapat memecahkan
seluruh problem, tetapi sekadar dapat menetapkan prinsip yang sesuai.
2)
Dapat
kembali menyusun problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi
mana yang sesuai.
3)
Dapat
memberikan spesifikasi batas-batas relevansi auatu prisnip atau generalisasi.
4)
Dapat
mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi.
5)
Dapat
menjelaskan ssuatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat hubungan sebab akibat. Bentuk lain
adalah dapat menanyakan tentang proses erjadinya atau kondisi yang mungkin
berperan bagi terjadinya gejala.
6)
Dapat
meramalkan sesuatu yang terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi
tertentu. Dasr untuk membuat ramalan diharapkan dapat ditunjukan
berdasarkan perubahan kualitatif, mungkin pula berdasarkan perubahan
kuntitatif.
7)
Dapat
menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru
dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. Kemampuan aplikasi
tipe ini lebih banyak diperlukan oleh ahli-ahli ilmu osial dan para pembuat keputusan.
8)
Dapat
menjelaskan alasan-alasan mneggunakan prisip dan generalisasi bagi situasi baru
yang dihadapi.
4.
Analisis
Analisis mencakup kemampuan merinci sutu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
Bila
kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat
menaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
Mengetes
kecakapan analisis
Untuk
membuat item tes kecakapan analisis perlu mengenal berbagai kecakapan yang
termasuk klasifikasi analisis, yakni:
1)
Dapat
mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pertanyaan-pertanyaan dengan
menggunakan criteria analitik tertentu.
2)
Dapat
meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas.
3)
Dapat
meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implicit atau yang perlu ada
berdasarkan criteria dan hubungan materinya.
4)
Dapat
mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan materi dengan menggunakan criteria
seperti relevansi, sebab akibat, dan peruntutan.
5)
Dapat
mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi, dan pola-pola materi yang
dihadapinya.
6)
Dapat
meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan material yang
dihadapinya.
5.
Sintesis
Sintesis adalah abilitet
mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru, yang
menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan
struktur baru. Contoh: menulis cerita pendek yang kretif, menyusun rencana
eksperimen, menggunakan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.
Mengetes aplikasi
Kecakapan sintesis dapat
diklasifikasikan ke dalam beberpa tipe. Kecakapan tipe yang pertama adalah
kemampuan menemukan hubungan yang unik. Artinya, menemukan hubungan antara
unit-unit yang tak berarti menambahkan satu unsure tertentu, unit-unit yang tak
berharga mnejadi sangat berharga. Termasuk kecakapan ini adalah kemampuan
mengkomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman, dalam bentuk tulisan,
gambar, symbol ilmiah, dan yang lainnya. Kecakapan sintesis yang kedua adalah
kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau
problem yang diketengahkan. Dalam rapat bermunculan berbagai hal. Seorang
anggota rapat mengusulkan tahap-tahap urutan atau langkah-lagnkah pembahasan
dan penyelesaiannya. Hal itu merupakan merupakan sitesis tipe kedua. Kecakapan
sintesis yang ketiga adalah kemampuan mengabstraksi sejumlah besar gejala,
data, dan hasil observasi menjadi terarah, proporsional, hipotesis, skema,
model, atau bentuk lain.
6.
Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu
yang mungkin dilihat dari segi jurusan, gagasan, cara bekerja, pemecahan,
metode, materil, dll..dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu
adanya suatu criteria standar tertentu. Dalam tes esai, standar atau criteria
tersebut muncul dalam bentuk frase “menurut pendapat saudara” atau ‘ menurut
teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya sukar
diperbandingkan atau lingkupan variasi kriterianya sangat luas. Frase yang
kedua lebih jelas standarnya untuk mempermudah mengetahui tingkat kemampuan
evaluasi seseorang, item tesnya harus menyebutkan criteria secara eksplisit.
Mengetes
kecakapan evaluasi
Kecakapan
seseorang setidaknya dapat dikategorikan kedalam enam tipe:
1)
Dapat
memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen
2)
Dapat
memberikan evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi, dan kesimpulan,
juga keajegan logika dan organisasinya. Dengan kecakapan ini diharapkan
seseorang mampu mengenal bagian-bagian serta keterpaduannya.
3)
Dapat
memahami nilai serta sudut pandang yang dipakai orang dalam mengambil suatu
keputusan.
4)
Dapat
mengevaluasi suatu karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang
relevan.
5)
Dapat
mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan criteria yang telah ditetapkan
6)
Dapat
memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah criteria
yang eksplisit.
Contoh Pengukuran Ranah Penilaian
Kognitif.
Apabila
melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada
umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti
pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis,
sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif
diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk
tes kognitif diantaranya;
(1) tes atau pertanyaan lisan
di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau
uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio
dan (8) performans. Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a.
Ingatan,yaitu
kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan
simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
b. Pemahaman, yaitu kemampuan seseorang
untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan,
menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c.
Penerapan,
yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang
teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan
menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan,
menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis, Kemampuan berfikir
secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci.
Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan,
mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
e.
Sintesis,
Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi
suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan,
menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
f.
Evaluasi,
Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi,
sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur
tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan,
mempertimbangkan dan menentukan.
DAFTAR PUSTAKA
http://noviakimiapasca.wordpress.com/2011/05/12/taxonomi-bloom/
http://tiwitnorhidayat.blogspot.com/2012/11/perkembangan-peserta-didik-menurut.html
http://www.oocities.org/teknologipembelajaran/teori_belajar_dalam.html
http://septap.blogspot.com/2013/12/landasan-teoritis-teknologi-pendidikan.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-kognitivisme-406223.html
http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/
http://di2nsy.blogspot.com/2012/09/ranah-kognitif.html